Perkembangan yang paling menarik di kawasan Asia, yang terus bertahan dengan pertumbuhan ekonomi tinggi di tengah resesi dunia yang berkepanjangan, adalah perlombaan senjata yang dipicu oleh dua hal utama. Pertama, kebangkitan China yang menjadi besar dan menjadi negara adidaya baru. Kedua, kemajuan teknologi militer yang akan mengubah masa depan perang.
Salah satu yang sangat mengkhawatirkan adalah pertumbuhan industri pesawat tanpa awak atau unmanned aerial vehicle (UAV) alias drone. Baik dengan membeli teknologi yang sekarang dikuasai Amerika Serikat maupun dengan mengembangkan teknologi pesawat nirawaknya sendiri.
Perang Afganistan menjadi bukti keandalan drone dalam mencari para pemimpin teroris lalu dibom dari udara tanpa peringatan sama sekali. Efektivitas serangan, ditambah tak adanya risiko hilang atau matinya awak pesawat, menjadi keunggulan utama teknologi tanpa awak ini.
Bahkan, peta strategi dunia pun akan berubah ketika para perancang pertahanan militer dalam aliansi, seperti NATO, misalnya, mulai memikirkan untuk menempatkan drone di luar wilayah kedaulatan negara masing-masing.
Pada tahun 2011, wilayah Asia adalah pembeli terbesar drone untuk keperluan militer setelah AS, yang mencapai nilai total sebesar 590 juta dollar AS. Laporan survei Frost & Sullivan memperkirakan, industri UAV ini akan mencapai total penjualan sebesar 1,4 miliar dollar AS per tahun mulai tahun 2017.
Beberapa negara di Asia-Pasifik, mulai dari Australia sampai Jepang, berlomba membeli dan menguasai teknologi pesawat nirawak ini untuk berbagai keperluan, baik damai maupun keperluan militer. Australia, misalnya, sejak Desember 2009 menyewa drone Heron I buatan Israel Aerospace Industries untuk keperluan angkatan darat dan udara Australia di Kandahar, Afganistan.
Bahkan negara kecil, seperti Selandia Baru, juga mulai menggunakan pesawat tanpa awak yang dikembangkan sendiri. Pihak militer negara ini mulai mengembangkan doktrin dan teknologi drone versi mikro yang disebut Skycam Kahu sejak tahun 2006. Pesawat tanpa awak Kahu juga digunakan untuk keperluan militer di Afganistan.
Israel memang dikenal sebagai pemasok utama pesawat tanpa awak yang digunakan oleh India untuk keperluan pemantauan di wilayah Kashmir ataupun perbatasan dengan China. India dilaporkan setidaknya memiliki 150 unit drone termasuk di antaranya jenis Heron ataupun Searcher yang juga dibuat oleh Israel.
Di dalam negeri, lembaga aeronautika India mengembangkan pesawat tanpa awak sendiri yang disebut Lakshya berkemampuan terbang 12-15 jam terbang.