Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghidupkan Homo Erectus di Museum Sangiran

Kompas.com - 05/11/2012, 23:21 WIB

"Kalau saat kami memulai membuat patung, kami mengucap bismilah, sekarang kami mengucap alhamdulilah karena telah selesai. Dan mohon doa agar perjalanan patung ini menuju Sangiran bisa lancar dan selamat," kata Djajaprana.

Batu  Menyerupai Manusia

Patung homo erectus dengan batu utuh setinggi empat meter yang ditemukan Djajaprana di lereng barat Gunung Merapi, di Desa Keningar, Kecamatan Dukun, Magelang tersebut, dikerjakan secara maraton, siang dan malam, sejak 1 Oktober 2012.

Ia menyebut batu itu bukan kategori batu hitam atau putih, akan tetapi telah menyerupai manusia. Djajaprana yang sejak 1955 menjadi pemahat batu melalui kemahiran secara turun temurun itu, riset selama satu minggu untuk menemukan karakter dasar homo erectus yang kemudian dituangkan secara persis dalam wujud patung tersebut.

"Menggali gambar, mencari inspirasi termasuk melalui meditasi, lalu menuangkan ke batu. Homo erectus, nenek moyang kita itu karakternya jujur, tangguh, dan mau bekerja keras," kata Djajaprana yang memiliki dua istri, Wagiyem (almarhum) dan Soiyah (66) dengan 15 anak, 33 cucu, dan dua buyut.

Ia mengaku secara spontan tergugah ketika ditemui Kepala Balai Penelitian Situs Manusia Purba Sangiran yang juga arkeolog senior Harry Widianto pada akhir September 2012. Harry memintanya membuat patung homo erectus untuk ditempatkan di Museum Manusia Purba Sangiran.

Djajaprana pernah mengajarkan kemampuan pahat batu kepada 16 warga di satu kampung di Sangiran, selama tiga hari pada 1978.

"Saya merasa ’gemregah’ (tergugah, red.) ketika diminta membuat patung ini. Ini penghormatan terhadap leluhur. Ketika ke Sangiran beberapa waktu lalu, masih ada orang di sana yang ingat saya," katanya.

Para peserta prosesi ritual itu pun kemudian meletakkan aneka sesaji di bawah patung homo erectus yang juga telah dihiasi berbagai dedaunan warna hijau. Kasrin dan Es Wibowo memercikkan air kembang mawar di patung tersebut, sedangkan Marsis Sutopo memecahkan telur di patung itu sebagai tanda prosesi ritual.

Bunyi tetabuhan musik "Pitutur" oleh grup kesenian yang dipimpin Suyoto itu tiada berhenti. Mereka melantunkan syair tembang dengan menyebut berulang kali nama Allah SWTdan Nabi Muhammad SAW.

Kisah sejarah penting bagi peradaban dunia tentang manusia purba itu dikumandangkan oleh Es Wibowo melalui tiga bait puisi karyanya bertajuk "Homo Erectus".

"Sangiran Tahun 1891 pagi beku. Masih terbayang dalam ingatan. Eugene Dubois menemukan tengkorak purbaku. Tengkorak yang kemudian hari. Dijumputi fosilnya dari tanah tandus. Dan dinubuatkan kebenaran atasku Homo Erectus. 121 tahun kemudian di Prumpung. Djajaprana dengan batu Merapi. Memahat kematianku. Dalam wujud patung mata murung. Untukmu peradaban. Disujudkan martabatku cinta agung," begitu bait pertama dan kedua puisi itu.

"Sekarang aku bangkit dari tidur. Menatap kubah Merapi. Membokongi stupa Borobudur. Dan umat berbudi luhur. Berebut bunga menyawurkan duka ke tubuhku. Tetapi tubuhku mengeras jadi batu. Ditinggalkan riwayat manusia purba dileburnya. Ditanggalkansejarah Homo Erectus dikuburnya," demikian bait ketiga puisi yang dibacakan sang penulisnya itu.

Pada kesempatan itu Marsis memintakan izin Harry yang tidak hadir pada prosesi itu karena sedang berduka atas kematian orang tuanya di Kota Magelang.

"Arca ini ’ngedap-edapi’ (spektakuler). Djajaprana dengan penuh dedikasi membuat arca ini. Ini akan dipasang di Museum Sangiran. Museum Sangiran sebagai situs paling lengkap di dunia tentang manusia purba yang telah ditetapkan UNESCO (Badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan) sebagai warisan peradaban dunia," kata Marsis Sutopo yang juga arkeolog itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com