Sulawesi, Jantung Nusantara yang Terkoyak

Kompas.com - 05/09/2012, 20:37 WIB

Tiba-tiba, belasan babirusa itu kocar-kacir. Adudu itu pun sepi. Dari balik belukar, muncul tiga ekor binatang mirip sapi atau kerbau—tetapi jelas bukan keduanya. Kulit dua binatang yang telah dewasa berwarna coklat kehitaman, sementara sang anak coklat kekuningan. Tanduk kecil dan runcing tegak di atas kepala. Walaupun terlihat asyik menjilati lumpur, sesekali mereka mendongak memperlihatkan sepasang mata yang awas. Cuping telinga selalu bergerak-gerak menandakan kesiapsiagaan.

”Itu anoa, jarang sekali dia muncul, apalagi sampai tiga ekor,” kata James.

Sebagaimana babirusa, anoa (Anoa depressicornis) hanya ditemui di Sulawesi. ”Hewan ini masih belum jelas masuk kelompok sapi liar, kerbau, atau antelop. Tubuhnya yang lebih kecil daripada sapi membuatnya terlihat seperti antelop afrika,” tulis Wallace.

Wallace menyebutkan, binatang ini hanya ditemukan di gunung-gunung dan tidak ditemukan di habitat rusa. Dia tak menyebutkan tentang kebiasaan anoa yang juga suka menjilati air belerang dari mata air panas.

Selang satu menit kemudian, kawanan babirusa yang sebelumnya kabur kembali ke adudu. Kedua kelompok binatang bersama-sama menikmati adudu di senja itu. Di antara kaki-kaki mereka, seekor biawak (Varanus indicus) berjalan pelan, melintasi kubangan. Kicauan burung srigunting sulawesi (Dicrurus montanus) dan lengkingan suara kera (Macaca hecki) riuh bersahutan dari atas pohon. Di pucuk pepohonan, seekor julang sulawesi (Rhyticeros cassidix) mengepakkan sayap besarnya, meninggalkan suara menderu seperti baling-baling helikopter.

Burung jenis rangkong itu sebesar ayam jantan, warna bulunya sebagian besar hitam. Hanya bagian leher yang berwarna kuning dengan semburat warna biru di dekat paruh besarnya yang juga berwarna kuning. Di atas paruh, terdapat tanduk merah menyala.

Seiring kembalinya burung julang ke sarang, kegelapan menyelimuti Hutan Nantu. Rombongan babi hutan menghampiri pondok, mengais sampah dapur. Kucing hutan mencuri roti di atas meja, mengoyak plastik pembungkus dan meninggalkan remah-remah.

Malam hari di Hutan Nantu adalah keriuhan derit serangga. Beberapa kali burung betet yang berpesta di tengah malam menjatuhkan biji buah-buahan sejenis duku ke atap seng, menimbulkan bunyi keras memekakkan telinga. Menjelang terbitnya Matahari, gaduh jerit tangkasi (Tarsius spectrum) membuat mata tak bisa lagi terpejam.(Tim Penulis Ekspedisi Cincin Api Kompas)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
    Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

    Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

    • Baca semua berita tanpa iklan
    • Baca artikel tanpa pindah halaman
    • Akses lebih cepat
    • Akses membership dari berbagai platform
    Pilihan Tepat!
    Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
    Masuk untuk aktivasi
    atau
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau