”Aplikasi di bidang medis juga sangat banyak. Kalau kita mau maju, para ahli harus bersinergi. Itulah harapannya. Saya juga belum puas dengan apa yang kami hasilkan. Meski demikian, ada semangat yang terus membara di kalangan teman-teman,” ujarnya.
Nur bercerita, ketertarikannya mengembangkan aplikasi plasma yang dapat diterapkan pada industri berawal dari keterbatasan fasilitas di universitas. Tentang kurangnya penghargaan atas karya-karya inovatif anak bangsa, menurut Nur, kembali pada kebijakan pemerintah. Selama ini para periset harus berjuang keras agar penelitiannya dapat diaplikasikan di tengah masyarakat.
Kendati penghargaan pemerintah yang diberikan terhadap periset masih jauh dari harapan, Nur bertekad tetap menjadi dosen dan peneliti. Ia akan terus mendidik kader-kader bangsa di bidang fisika dengan standar internasional.
”Saya ingin berkontribusi melahirkan perusahaan-perusahaan yang berbasis teknologi baru dan sukses. Perusahaan yang dijalankan anak- anak muda kita. Saya ingin melihat kampus-kampus terbaik dan lembaga penelitian kita menjadi ukuran untuk inovasi dan dibutuhkan masyarakat,” katanya.
Nur hanya bisa berharap, suatu saat nanti, invensi dan inovasi perguruan tinggi tidak lagi harus masuk dalam ”lembah kematian teknologi”.
”Kita butuh keterbebasan dari ketergantungan sains dan teknologi dari bangsa lain,” kata Nur menegaskan.