Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baterai dari Lumpur

Kompas.com - 10/08/2012, 03:42 WIB

Lusi dry cell battery dibuat menggunakan bahan baku lumpur Sidoarjo dan beberapa zat aditif, antara lain natrium silikat, amonium fosfat, natrium klorida, dan alumina.

Proses pembuatan baterai dilakukan secara manual. Mula-mula para mahasiswa mengambil unsur mangan dicampur zat kimia antara lain seng (Zn), kemudian dikalsinasi/dibakar dalam suhu tinggi untuk menguapkan gas dan menghilangkan minyak. Kemudian dilakukan proses sintering (homogenisasi), dilanjutkan proses pengeringan.

Bahan baterai berbentuk serbuk basah kemudian dimasukkan ke dalam selongsong baterai bekas yang sudah dibersihkan. Setelah serbuk dimasukkan, bagian atas selongsong ditutup dengan cara dipres. Agar baterai tidak bocor, ujungnya ditutup rapat dengan karet.

Setelah baterai jadi, Aji dan kawan-kawan mencetak label produk dengan nama ”Lusi Pro” termasuk tempat atau wadah dari baterai. Para mahasiswa berniat, jika baterai ini diproduksi massal dan dijual, sebagian hasilnya untuk korban lumpur Lapindo.

Tahan lama

Untuk mendapatkan kekuatan dan daya tahan sesuai standar, Aji dan kawan-kawan melakukan uji coba berkali-kali dengan menggunakan scanning electron microscopy dan X-ray disfraction. ”Kami mengukur dengan voltmeter (pengukur tegangan listrik) untuk mendapatkan tegangan listrik sesuai standar untuk baterai sekitar 1,5 volt,” kata Aji.

Setelah jadi, baterai dipasang di senter isi dua baterai. ”Kalau dinyalakan nonstop bisa sampai lima jam. Artinya, baterai kami lebih lama sekitar 10 persen dari umumnya baterai yang dijual di pasaran. Rata-rata kemampuan baterai lain hanya 4,5 jam, bahkan ada yang hanya 3,5 jam,” Aji memaparkan.

Karena dikerjakan manual, proses pembuatan baterai Lusi cukup lama. Untuk menghasilkan 10 baterai yang siap pakai perlu waktu sekitar tiga jam. ”Kalau pakai mesin akan jauh lebih cepat,” kata Umarudin.

Rektor Universitas Negeri Semarang Prof Sudijono Sastroatmodjo memerintahkan agar karya para mahasiswa tersebut didaftarkan hak patennya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

”Ini karya luar biasa, apalagi dihasilkan oleh mahasiswa dari universitas eks IKIP,” kata Sudijono dengan bangga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com