Minuman temulawak ini masih dikemas dalam botol pendek warna hijau isi 320 mililiter. Labelnya dari kertas yang bergambar rumpun temulawak enam jari . Kotak minuman (kerat) terbuat dari kayu. Hal yang berbeda hanya tutupnya. Jika dulu dari keramik dan kawat sebagai pembukanya, kini dengan aluminium, seperti minuman soda
Botol pendek tetap dipertahankan, selain bentuk botol berleher panjang. Menurut Rony, bentuk botol yang klasik memengaruhi pemasaran. Di Bali, warga yang sudah telanjur lekat dengan minuman temulawak bersoda ini lebih memilih minuman temulawak dari botol pendek. Botol model lama.
Pabriknya pun tak berubah. Berupa bangunan tua yang luasnya 200 meter persegi. Lima mesin pengisi gas masih beroperasi manual. Sari temulawak diramu dari campuran esensi temulawak dan gula. Proses pengisian, penutupan, dan pemasangan label dilakukan manual oleh tenaga manusia.
Rony dan ayahnya memang tidak berniat mengubah pabriknya dengan mesin otomatis. Selain sangat mahal (harga mesin karbonasi termurah
Masih banyaknya tenaga kerja yang hidup di pabrik minuman itulah yang membuat Rony tetap mempertahankan pabriknya. Pertimbangan itu pula yang membuat ia memilih meninggalkan pekerjaannya sebagai banker di bank asing ternama untuk kembali ke Banyuwangi menggantikan sang ayah.
Keputusan Rony untuk meninggalkan Australia bukan keputusan yang mudah. Ia sudah tujuh tahun belajar dan bekerja di Australia. Ia pun sudah berpenghasilan 28.000 dollar Australia per tahun. ”Saya tidak berniat pulang. Namun, setelah Papa meninggal dan mewariskan perusahaan temulawak yang masih jalan, saya jadi ingin pulang. Meski kecil, perusahaan itu sayang untuk ditutup karena bisa menghidupi karyawannya,” kata Rony.
Sebagai anak lelaki satu-satunya dari dua bersaudara, Rony tergerak untuk meneruskan usaha ayahnya. Akhirnya, kembalilah ia ke Banyuwangi untuk meneruskan usaha ayahnya.
Rony mengakui, dulu waktu awal kepindahan, ia merasa stres karena Banyuwangi jauh berbeda dengan Gold Coast, Australia, tetapi akhirnya ia terbiasa. Pabrik kuno yang masih menghadirkan temulawak beruap itu pun sudah menjadi rumah keduanya.
Kini, pabrik PL Hawai masih memproduksi 1.000-1.500 kerat setiap pekan. Produksinya bisa meningkat 30 persen lebih banyak saat Lebaran.
Rony kini berencana menjajal pasar temulawak di kota-kota besar. Ia optimistis karena di Bali minuman itu bisa diterima warga lokal dan wisatawan asing. Minuman ini mungkin akan diterima juga di Jakarta ataupun kota besar lainnya
”Temulawak beruap bisa tampil di kafe atau bar-bar dengan cara dicampur minuman lain. Atau dicampur air perasan jeruk nipis dan madu,” katanya.
Pasar minuman karbonasi kian ramai. Namun, temulawak tetap bertahan dengan kekhasan dan rasa klasiknya. Tinggal pemasaran dan keuletan.