Olahan tradisional
Bir pletok juga diproduksi secara rumahan di perkampungan padat. Produsennya antara lain Rosiah di Kebagusan dan Rismi Madjah di Kedoya Selatan. Agar pembeli yakin benar bir pletok ini tidak mengandung alkohol, produk mereka diberi label halal dari MUI. Sebotol bir pletok dijual sekitar Rp 15.000.
Rosiah setia membuat bir pletok sejak remaja. Dulu, ia biasa memetik secang sebagai bahan baku utama bir pletok dari pagar tanaman warga. Namun, kini, kawasan Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta, sudah disesaki bangunan rumah sehingga Rosiah memilih membeli bahan baku bir pletok dari pasar.
Produksi bir pletok biasa dilakukan setiap dua hari sekali. Proses pemasakan bir pletok butuh waktu satu jam. Selain secang, Rosiah merebus bahan baku lain berupa jahe, daun jeruk, serai, pandan, lada hitam, cabe jawa, kapulaga, kayu manis, cengkeh, dan pala. Setelah ramuan itu mendidih, baru ditambahkan gula. Rosiah tak membubuhi bahan pengawet sehingga daya tahan maksimal hanya sebulan jika disimpan di lemari es.
Temulawak Hawaii beruap hingga kini juga tetap dibuat secara tradisional. Bahkan, Rony tidak mengubah kemasan minuman itu, yakni botol pendek warna hijau dengan label kertas bergambar rumpun temulawak enam jari. Pasalnya, botol pendek itu telanjur identik dengan temulawak bersoda. Di bawahnya ditulis kalimat: sari temulawak hawaii beruap.
”Orang Bali bilang temulawak kemasan botol pendek rasanya lebih enak dari kemasan botol leher panjang. Padahal, sih, isinya sama,” ujar Rony sambil tertawa.
Mari kita bersulang untuk membuktikannya. Dan... toast! (Mawar Kusuma)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.