Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Segara Anak, Danau Air Panas Raksasa

Kompas.com - 16/12/2011, 16:34 WIB

Di sisi lain, walaupun kaya dengan unsur kimia dari hidrotermal, danau dengan kedalaman maksimal 230 meter ini memiliki siklus air yang sangat bagus. Dengan demikian, unsur- unsur hidrotermal yang masuk ke danau melalui kebocoran sistem di sekitar kerucut Barujari tidak mengendap di dasar danau dan berbahaya bagi kehidupan.

Air hujan yang masuk ke danau juga membantu mengencerkan kandungan unsur kimia. Penelitian ini juga menemukan, air danau merupakan campuran hidrotermal dan air hujan.

Sirkulasi air danau berlangsung saat kepadatan air permukaan lebih tinggi dibandingkan di dasar. Air dengan kerapatan tinggi akan menekan lapisan air di bawahnya sehingga bergerak ke atas dan air di permukaan bergerak ke bawah. Proses sirkulasi air ini berlangsung terus-menerus sehingga kondisi air tercampur dengan baik.

Air dengan sirkulasi yang baik seperti itu, dan kondisi keasaman netral, cocok bagi perkembangbiakan ikan.

Vulkanolog dari Direktorat Geologi (Bandung), Kama Kusumadinata, yang meneliti danau ini pada 1969, merekomendasikan budidaya ikan di danau itu. Saat itu belum ada habitat ikan di Danau Segara Anak.

Pada 1985, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat akhirnya menebar benih ikan di danau ini. Saat ini, ikan jenis nila berkembang biak dengan pesat dan jumlahnya mencapai jutaan dan menjadi mata pencarian sebagian warga.

Kepala Pos Pemantauan Gunung Rinjani di Sembalun Mutaharlim menjadi saksi perubahan ekologis di Rinjani. Dia pertama kali mendaki Rinjani pada 1980. ”Waktu itu belum ada ikan di danau, tetapi banyak sekali belibis di danau dan rusa di hutan Rinjani. Waktu itu, di sepanjang jalur pendakian sering ketemu rusa besar-besar,” kenang Mutaharlim.

Pada masa itu, warga belum banyak yang mendaki ke danau di ketinggian 2.003 mdpl itu. ”Setelah ikan ditebar pada 1985 pada masa Pak Gatot (Gubernur NTB waktu itu), makin banyak masyarakat yang mendaki ke danau. Awalnya, mereka hanya menangkap ikan, tetapi kemudian menangkap belibis, juga memburu rusa,” ujarnya.

Sekarang belibis tersisa sedikit. Mutaharlim memperkirakan tersisa 100 ekor. Saat kami berperahu menyusuri kaki Barujari, hanya terlihat tiga pasang belibis. Rusa pun sudah tidak dijumpai lagi di sepanjang jalur pendakian. Campur tangan manusia telah mengubah ekologi Danau Segara Anak.

(Indira Permanasari/ Cornelius Helmy Herlambang)

Ikuti perkembangan Ekpedisi Cincin Api di: www.cincinapi.com atau melalui facebook: ekspedisikompas atau twitter: @ekspedisikompas

 

Lihat Ekspedisi Cincin Api - Rinjani di peta yang lebih besar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com