Bahkan, saat status gunung ini dinaikkan menjadi Siaga (Level III) pada 30 September 2011, pengunjung yang hendak ke Krakatau tak juga berkurang. Aktivitas vulkanik di dalam dapur magma yang sangat tinggi beberapa pekan terakhir juga tak menimbulkan jeri pelancong.
Hayun, pengelola penginapan di Pulau Sebesi, Lampung Selatan, mengatakan, mayoritas wisatawan, utamanya wisatawan asing, yang berkunjung ke tempatnya mengaku tertantang melihat Anak Krakatau saat aktif dari dekat. Mereka tak cukup melihat semburan lava pijar dari kawah Anak Krakatau pada malam hari yang bisa dilihat dari Pulau Sebesi atau kompleks Kepulauan Krakatau.
Padahal, Krakatau sebenarnya tidak hanya keindahan letusan dan riwayatnya yang seram. Di Krakatau, pelancong tidak hanya bisa bertualang dan berkesempatan menyaksikan letusan saat-saat Krakatau memuntahkan isi perutnya, tetapi juga dapat menikmati flora dan fauna yang hidup di kepulauan itu.
Terlebih lagi, gugusan Kepulauan Krakatau yang luasnya 13.605 hektar ini masuk ke dalam kawasan cagar alam dan ditetapkan UNESCO sebagai warisan dunia (1991) dan merupakan laboratorium alam bagi teori suksesi.
Di Krakatau, pelancong bisa belajar bagaimana kehidupan tumbuh berkembang di daratan yang pernah steril dari kehidupan. Pelaku wisata dan pemerintah semestinya bisa cerdas menangkap peluang yang belum banyak tergarap ini.(Cyprianus Anto Saptowahyono)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.