Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Hijau demi Bumi Lestari

Kompas.com - 05/06/2011, 04:15 WIB

Terjadilah perusakan lingkungan yang berkelanjutan. Tidak mengherankan bila yang muncul adalah laporan suram dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Menurut laporan itu, iklim global telah berubah. Dampaknya tidak hanya perubahan musim, tetapi juga bencana alam, seperti kekeringan, banjir, dan tanah longsor.

Laporan Global Humanitarian Forum 2009 menyebutkan, bencana hidrometeorologi akan menjadi ancaman terbesar manusia ke depan dan perubahan iklim adalah penyebabnya.

Ekonomi hijau

Dalam kondisi inilah paradigma ekonomi hijau muncul. Sebagai manifestasi konsep pembangunan berkelanjutan, ekonomi hijau mengikat pembangunan agar berbasis efisiensi penggunaan sumber daya, pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, dengan internalisasi biaya lingkungan dan sosial. Suatu paradigma yang merevolusi proses pembangunan sekaligus menuntut perubahan gaya hidup.

Untuk mendalaminya, buku Ekonomi Hijau bisa dipertimbangkan. Buku ini ditulis Prof Surna Tjahja Djajadiningrat, PhD, Guru Besar Manajemen Lingkungan di Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Proper (Program Pemeringkatan Lingkungan). Sebelumnya, ia pernah di Kementerian Lingkungan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Penulis kedua adalah Dr Yeni Hendriani yang mengajar di Diklat Pendidikan Lingkungan Hidup, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Sedangkan penulis ketiga adalah Melia Famiola MT, pengajar di Institut Teknologi Bandung.

Pendekatan buku ini tidak biasa karena tidak langsung membahas tentang ekonomi hijau. Uraian justru diawali dengan bab tentang paradigma yang mengabaikan keberlangsungan lingkungan, diikuti internalisasi lingkungan dalam kebijakan ekonomi, fungsi dan jasa ekosistem, nilai ekonomi sumber daya alam, dan seterusnya. Uraian ekonomi hijau sebagai paradigma baru ekonomi, baru muncul di bab 12.

Bab 12 juga mengingatkan bahwa implementasi prinsip ekonomi hijau membutuhkan kreativitas, pengetahuan, dan kesertaan masyarakat. Oleh karena itu, perlu perancangan proses ekonomi baru—dengan pedoman sepuluh prinsip ekonomi hijau—yang memungkinkan penegakan prinsip ekologi berjalan seiring dengan transformasi sosial dan kehidupan ekonomi.

Semudah itukah? Tentu saja tidak. Seperti disebut di atas, bab-bab sebelumnya telah menyebutkan rangkaian persyaratan untuk mencapai masyarakat yang bisa memenuhi kebutuhan tanpa mengurangi kesempatan generasi mendatang.

Ekonomi, misalnya, diketahui terkait dengan kuantitas, kompetisi, dan perluasan, sementara ekologi berkait dengan kualitas kerja sama dan konservasi. Alam adalah suatu siklus, sedangkan sistem industri berlangsung linier (halaman 121).

Maka kuncinya adalah bagaimana membuat umat manusia ”melek ekologi” untuk mengubah pola ekonomi yang linier menjadi siklus. Dengan demikian bahan dasar, proses, produk, dan limbah bisa diefektif-efisienkan agar berkelanjutan. Dalam hal ini industri yang menjadi biang keladi permasalahan lingkungan, juga menjadi solusinya.

Secara keseluruhan, buku ini memang mengajak pembaca untuk menjadi pembelajar yang mandiri. Kita akan digiring bab demi bab, sampai akhirnya bisa menyimpulkan sendiri apa sebenarnya ekonomi hijau. Oleh karena itu, meski cukup komprehensif buku ini sebaiknya dibaca oleh mereka yang paling tidak sudah punya dasar pemahaman tentang ekonomi. Seorang pemula mungkin akan kesulitan mendefinisikannya karena memang tidak ada definisi ekonomi hijau yang eksplisit. (nes)

 

• Judul: Ekonomi Hijau (Green Economy) • Penulis: Surna Tjahja Djajadiningrat, Yeni Hendriati, Melia Famiola • Penerbit: Rekayasa Sains, Bandung • Cetakan: Pertama, Mei 2011 • Tebal: 250 halaman • ISBN: 978-979-3784-50-2.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com