Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyu Pangumbahan di Ujung Tanduk

Kompas.com - 11/03/2011, 05:12 WIB

Pencuri biasanya mengambil dari 1-2 sarang. Dengan harga sebutir telur Rp 5.000, hasil yang mereka peroleh bisa mencapai Rp 500.000 karena dari satu sarang bisa ada 100 telur. Tindakan oknum-oknum itu jelas melanggar hukum dan merugikan konservasi penyu.

Mengenai ulah mereka itu, Janawi telah berulang kali melaporkan kepada atasan yang bersangkutan. Namun, mereka selalu berkeliaran di pantai setiap kali musim penyu bertelur tiba. Mereka ibarat predator sebelum telur-telur itu menetas. Dulu memang banyak warga sekitar yang juga mencuri telur penyu, tapi kini jumlahnya berkurang.

Selain gangguan dari luar, penangkaran penyu juga terkendala minimnya fasilitas, misalnya dari tiga tempat penetasan telur, hanya satu lokasi yang berfungsi. Dua tempat yang difungsikan sebagai sarang buatan dan penetasan jarang dipakai karena lokasinya tertutup dari sinar matahari hingga telur cepat membusuk atau dikerubungi semut.

Tiap lokasi penetasan mampu menampung hingga 5.000 telur, dengan 480 lubang telur yang masing-masing menyimpan sekitar 90-100 telur. Dalam waktu 50-90 hari, telur itu menetas. Tukik sengaja dikumpulkan lebih dulu, lantas dilepasliarkan bersamaan dalam jumlah ratusan, bahkan mencapai seribu ekor. Tujuannya, memaksimalkan jumlah tukik yang selamat dari predator alami di laut.

Biasanya, dari 100 tukik yang melaut, hanya satu atau dua ekor yang bertahan hidup. Sisanya mati dimakan ikan besar, burung, atau terperangkap jaring nelayan. Semakin banyak tukik yang dilepasliarkan bersamaan, makin besar peluang jumlah tukik yang bertahan menjadi penyu dewasa.

Perlu dikaji ulang

Melihat kondisi ini, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Suharsono mengatakan, Pantai Pangumbahan sudah tidak lagi ideal sebagai tempat penangkaran penyu. Secara alamiah, penyu menyukai pantai yang sepi, gelap, dan tidak ada bunyi-bunyian. Penyu tidak bisa bertelur di sembarang pantai, mereka hanya bisa bertelur di pantai berpasir lembut, tak mengandung lempung, dan didukung area pendaratan yang luas.

Kini, yang perlu diperbaiki di Pangumbahan ialah kondisi sekitar pantai, termasuk konsep wisata dan fasilitas penangkaran. Sebab, upaya penangkaran belum sepenuhnya mendukung kelestarian penyu. Selama ini belum ada penelitian yang bisa menunjukkan korelasi penangkaran dengan pertambahan jumlah penyu.

”Kemungkinan tukik selamat dan jadi penyu bisa jadi lebih kecil bila proses penangkaran sudah terganggu sejak awal,” katanya.

Perkembangan kawasan konservasi ke arah pariwisata massal (mass tourism) perlu dikaji ulang. Sepatutnya, pemerintah setempat bisa mengembangkan konsep pariwisata ekologi (ecotourism), yang saling mendukung dan bukan malah mengurangi peran konservasi biota laut. Jika perlu, jumlah turis dibatasi dengan membayar tiket mahal untuk bisa masuk ke penangkaran penyu.

Indonesia adalah negara yang memiliki banyak pantai pendaratan penyu yang ideal. Di antaranya Tanjung Benoa dan Pulau Serangan, Bali; Pantai Sukamande Banyuwangi; Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat; Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu; dan Pantai Batu Hiu Pangandaran, Ciamis.

Kepunahan satu biota adalah bukti ketidakmampuan pemerintah melestarikan kekayaan alam Nusantara. Memang tidak mudah, tapi hal itu bisa dimulai dengan memberikan kesempatan pasukan tukik penyu hijau menembus ombak Pantai Pangumbahan untuk kali pertamanya. (tht/rek)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com