Menurut Warsito, ”Hingga saat ini kita belum memiliki penelitian yang serius soal ini. Penelitian soal serangga masih sangat minim, terutama kaitannya dengan perubahan iklim.”
Namun, sekali lagi, penelitian Warsito terhadap Liriomyza huidobrensis menjelaskan, serangga telah beradaptasi dengan kenaikan suhu melalui pengecilan tubuh sehingga mampu terbang lebih jauh. ”Serangga, termasuk nyamuk, sudah mengubah perilakunya dan juga morfologinya. Namun, cara kita meng-atasinya belum berubah,” katanya.
Banyak negara, ujarnya, kini intensif meneliti serangga karena khawatir dengan ancaman ledakan populasi dan sebarannya. Negara-negara subtropis khawatir terhadap migrasi serangga dari daerah tropis, khususnya nyamuk pembawa malaria.
Memakan serangga
Kabar buruknya, sejauh ini belum ada solusi praktis untuk masalah ledakan serangga. Negosiasi global untuk menurunkan emisi karbon di muka bumi seperti menemukan jalan buntu dan disikapi sebagai business as usual. Panel Ahli Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang ketiga memperkirakan, suhu bumi akan terus naik. Tahun 2100, penambahannya diperkirakan hingga 5,8 derajat celsius dibandingkan dengan tahun 2000.
Jika sudah begitu, saran Profesor Arnold van Huis, entomologis dari Wageningen University di Belanda, agar manusia mulai membiasakan diri memakan serangga sepertinya masuk akal. Salah seorang konsultan ahli FAO itu menyarankan agar manusia mulai mengubah perilaku dari mengonsumsi daging sapi ke serangga.
”Saat ini terjadi krisis daging,” ujarnya. ”Populasi manusia di dunia tumbuh dari 6 miliar (jiwa) pada saat ini menjadi 9 miliar (jiwa) pada tahun 2050 dan kita tahu manusia akan makan lebih banyak daging,” katanya sebagaimana dilaporkan The Guardian.
Padahal, masa depan bumi ditandai dengan ledakan serangga.
Di Indonesia, kebiasaan sebagian masyarakat Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang mengonsumsi belalang atau masyarakat Papua dan Mentawai, Sumatera Barat, yang mengonsumsi larva serangga di batang sagu barangkali akan menjadi perilaku yang lebih umum pada masa mendatang. Sudah siapkah Anda?
Baca juga: Rumit, Konsep Matematika Perlu Diubah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.