Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serangga dan Masa Depan Manusia

Kompas.com - 02/03/2011, 11:08 WIB

Pendeknya, siklus hidup serangga membuatnya cepat mewariskan genetika paling sesuai kondisi iklim kontemporer pada keturunannya. Kegagalan pemberantasan hama serangga dengan pestisida menjadi contoh kemampuan serangga menjadi kebal terhadap perubahan sekitar, bahkan terhadap racun.

Tanda-tanda invasi serangga hama terhadap sumber pangan, dilaporkan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), telah mengancam ketahanan pangan dunia. Di Indonesia, beberapa peneliti memperingatkan itu.

Direktur Klinik Tanaman Institut Pertanian Bogor Suryo Wiyono menunjukkan, perubahan iklim memicu ledakan hama dan penyakit tanaman. Tiga tahun terakhir, ia menemukan peningkatan tajam penyakit kresek padi karena bakteri Xanthomonas oryzae pv Oryzae, virus gemini pada cabai dan tomat yang dibawa, serta hama thrips cabai.

Suryo juga menemukan penyebaran Xanthomonas hingga wilayah pegunungan. Hampir semua penyakit itu dibawa serangga vektor, misalnya virus gemini yang dibawa kutu kebul.

Andi Trisyono, Ketua II Komisi Perlindungan Tanaman Nasional yang juga Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, menemukan fakta, serangan wereng coklat terhadap sentra tanaman padi meningkat pesat. Itu diyakininya terkait perubahan iklim.

Andi memperkirakan serangan ini akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Kondisi itu diperparah kekeliruan penanganan berupa penyemprotan pestisida secara berlebih, yang justru membuat serangga predator wereng coklat mati. Di sisi lain, wereng coklatnya kian kebal pestisida.

Fenomena nyamuk

Selain bertambahnya intensitas serangan dan wilayah sebaran terhadap tanaman sumber bahan pangan manusia, penyakit menular yang dibawa serangga, seperti malaria dan demam berdarah, juga meluas.

”Hingga sepuluh tahun lalu, nyamuk tidak ditemukan di daerah tinggi, seperti Puncak, Jabar. Namun, kini di Puncak sudah banyak nyamuk, bahkan sudah ditemui kasus demam berdarah,” kata Warsito.

Pertanyaannya, apakah penyebaran nyamuk ke dataran tinggi itu hanya karena kenaikan suhu? Atau mungkin juga dipicu perubahan perilaku dan morfologi nyamuk itu sendiri? Pertanyaan itu sulit dijawab.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com