KOMPAS.com - Di tengah terpuruknya kondisi perikanan di pantai utara Jawa khususnya Pekalongan, muncul prospek pengembangan ikan pari. Ikan pari berpotensi untuk diekspor ke Korea untuk digunakan sebagai bahan makanan antara lain sup. PT Perikanan Nusantara, salah satu perusahaan yang telah membuka cabang di wilayah Pekalongan untuk mengembangkan bisnis ekspor ikan pari itu.
"Sekarang kami sudah mendapatkan kontrak ke-3 dengan Korea," kata Daulat Putra, koordinator cabang perusahaan itu saat ditemui di Pekalongan, Rabu (9/2/2011). Dalam kontrak ketiga, ditargetkan 14,5 ton ikan pari tertangkap dalam jangka waktu 1 bulan atau sekali permintaan pembelian.
Target ini, menurut Daulat, telah meningkat dari sebelumnya berkat keberhasilan memenuhi permintaan. Kontrak pertama sebesar 10 ton mampu dipenuhi. Kontrak kedua meningkat menjadi 12 ton. Lalu yang ketiga ditingkatkan menjadi 14,5 ton.
Ia mengatakan bagian ikan pari yang diekspor adalah siripnya. Bagian tersebut dipotong, dibersihkan dan kemudian didinginkan di ruangan bersuhu minus 20 derajat Celsius yang ada. Setelah itu, sirip pari dipak dalam kardus dan kemudian siap diekspor. Untuk diekspor, ada beberapa standar yang harus dipenuhi. Misalnya, ikan tak boleh memiliki tanda memar, sirip tak boleh robek, tak ada bagian lain yang luka dan berwarna segar. "Sejauh ini, standar-standar itu bisa kami penuhi," kata Daulat.
Daulat mengaku bahwa perusahaannya mendapatkan ikan pari dari nelayan di Tegal. Pihaknya menawarkan harga sekitar Rp 8.000 per kilogram dan menjual ke Korea Rp 14.500 per kilogram untuk sirip. "Cukup menguntungkan," papar Daulat.
Selain sayap, kata Daulat, bagian kulit ikan pari bisa dijual lokal untuk dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan seperti dompet. Sedangkan bagian tulang dan daging bisa dijual ke perusahaan pembuat tepung ikan untuk pakan hewan.
"Kalo limbah seperti tulang dan daging bisa kita jual Rp 800 rupiah per kilo. Itu kan kalo dibuang sayang," kata Daulat. Menjual limbah ikan pari adalah salah satu cara untuk mengoptimalkan potensi ikan pari sehingga keuntungan yang didapat lebih tinggi.
Daulat mengatakan, jenis ikan pari yang diekspor adalah pari kelapa dan pari kembang. Jenis tersebut diketahui yang terbaik dibandingkan jenis pari burung yang menurut Daulat terlalu banyak kandungan airnya. Sedangkan pari lain terlalu berserat.
Namun, pengelolaan bisnsi ikan pari pun bukan tanpa hambatan. Salah satu hambatan pengembangan ikan pari adalah hasil tangkapan yang minim. "Sekarang ini untuk kumpulin satu permintaan pembelian, kita butuh sebulan lebih. Kalau lebih singkat kan kita bisa tangkap lebih banyak lagi," ungkap Daulat.
Hambatannya lainnya, lanjut daulat, banyak tengkulak yang membeli lebih mahal dari nelayan. "Mereka beli ikan pari itu Rp 9.000 per kg, sementara kita hanya Rp 8.000 per kg. Banyak juga nelayan yang jual ke mereka," kata Daulat.