Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Pengelolaan Ikan Pari

Kompas.com - 10/02/2011, 17:24 WIB

KOMPAS.com - Di tengah terpuruknya kondisi perikanan di pantai utara Jawa khususnya Pekalongan, muncul prospek pengembangan ikan pari. Ikan pari berpotensi untuk diekspor ke Korea untuk digunakan sebagai bahan makanan antara lain sup. PT Perikanan Nusantara, salah satu perusahaan yang telah membuka cabang di wilayah Pekalongan untuk mengembangkan bisnis ekspor ikan pari itu.

"Sekarang kami sudah mendapatkan kontrak ke-3 dengan Korea," kata Daulat Putra, koordinator cabang perusahaan itu saat ditemui di Pekalongan, Rabu (9/2/2011). Dalam kontrak ketiga, ditargetkan 14,5 ton ikan pari tertangkap dalam jangka waktu 1 bulan atau sekali permintaan pembelian.

Target ini, menurut Daulat, telah meningkat dari sebelumnya berkat keberhasilan memenuhi permintaan. Kontrak pertama sebesar 10 ton mampu dipenuhi. Kontrak kedua meningkat menjadi 12 ton. Lalu yang ketiga ditingkatkan menjadi 14,5 ton.

Ia mengatakan bagian ikan pari yang diekspor adalah siripnya. Bagian tersebut dipotong, dibersihkan dan kemudian didinginkan di ruangan bersuhu minus 20 derajat Celsius yang ada. Setelah itu, sirip pari dipak dalam kardus dan kemudian siap diekspor. Untuk diekspor, ada beberapa standar yang harus dipenuhi. Misalnya, ikan tak boleh memiliki tanda memar, sirip tak boleh robek, tak ada bagian lain yang luka dan berwarna segar. "Sejauh ini, standar-standar itu bisa kami penuhi," kata Daulat.

Daulat mengaku bahwa perusahaannya mendapatkan ikan pari dari nelayan di Tegal. Pihaknya menawarkan harga sekitar Rp 8.000 per kilogram dan menjual ke Korea Rp 14.500 per kilogram untuk sirip. "Cukup menguntungkan," papar Daulat.

Selain sayap, kata Daulat, bagian kulit ikan pari bisa dijual lokal untuk dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan seperti dompet. Sedangkan bagian tulang dan daging bisa dijual ke perusahaan pembuat tepung ikan untuk pakan hewan.

"Kalo limbah seperti tulang dan daging bisa kita jual Rp 800 rupiah per kilo. Itu kan kalo dibuang sayang," kata Daulat. Menjual limbah ikan pari adalah salah satu cara untuk mengoptimalkan potensi ikan pari sehingga keuntungan yang didapat lebih tinggi.

Daulat mengatakan, jenis ikan pari yang diekspor adalah pari kelapa dan pari kembang. Jenis tersebut diketahui yang terbaik dibandingkan jenis pari burung yang menurut Daulat terlalu banyak kandungan airnya. Sedangkan pari lain terlalu berserat.

Namun, pengelolaan bisnsi ikan pari pun bukan tanpa hambatan. Salah satu hambatan pengembangan ikan pari adalah hasil tangkapan yang minim. "Sekarang ini untuk kumpulin satu permintaan pembelian, kita butuh sebulan lebih. Kalau lebih singkat kan kita bisa tangkap lebih banyak lagi," ungkap Daulat.

Hambatannya lainnya, lanjut daulat, banyak tengkulak yang membeli lebih mahal dari nelayan. "Mereka beli ikan pari itu Rp 9.000 per kg, sementara kita hanya Rp 8.000 per kg. Banyak juga nelayan yang jual ke mereka," kata Daulat.

Meskipun tampak menggiurkan, pengembangan ikan pari bisa memicu dampak ekosistem yang parah bila tak ditangani. Pasalnya, menurut Daulat, penangkapan ikan pari harus dilakukan dengan cantrang, alat semacam pukat harimau.

Abdullah Habibi, Capture Fisheries Coordinator Marine Program WWF Indonesia mengatakan, cantrang ini berbahaya bagi ekosistem sebab mata jaringnya kecil. Cantrang juga bisa mengeruk hingga dasar laut sehingga merusak habitat.

Ketika mengeruk hingga dasar laut, banyak ikan yang tak ditargetkan ikut terjaring atau sering disebut by catch. Akibat kerukan, dasar laut juga bisa menjadi halus, biota laut seperti ikan dasar, terumbu karang dan komunitasnya akan rusak," ujarnya.

Habib menjelaskan, jika ditangkap menggunakan cantrang, ikan pari yang dimanfaatkan ini dalam Sea Food Guide sudah masuk merah. Artinya ikan ini sudah over exploited dan tak boleh lagi ditangkap.

Menurut Habib, perlu diupayakan cara lain untuk menangkap pari. Misalnya dilakukan dengan cara pancing. "Ini tetap bisa memenuhi permintaan bila nelayan mengerti perilaku ikan pari, misalnya di mana mereka bereproduksi, bertelur dan tumbuh," katanya.

Penggunaan alat dan metode yang tepat memastikan agar stok atau populasi ikan tetap terjaga. Ini membantu menciptakan bisnis perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Fenomena
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Fenomena
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Kita
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Oh Begitu
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Oh Begitu
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Oh Begitu
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Oh Begitu
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Kita
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
Fenomena
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Oh Begitu
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Oh Begitu
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau