”Selain bibit yang kami beli sendiri, ada pula bibit yang disumbang masyarakat atau komunitas yang kebetulan berkunjung ke Bukit Tunggal,” cerita Yohanes Suis, calon bruder yang sehari-hari tinggal di Rumah Pelangi.
Setelah sekitar sepuluh tahun digarap, kini Bukit Tunggal benar-benar menjadi hutan lebat dengan berbagai jenis pohon, terutama pohon-pohon lokal, seperti ulin atau belian. Benedictus memperkirakan, setidaknya ada 100 jenis pohon di Bukit Tunggal.
Selain umat Kristiani, tak sedikit pula penganut keyakinan lain yang berkunjung dan tinggal sementara di Bukit Tunggal. Tujuannya beragam, dari belajar soal lingkungan hingga mencari suasana tenang dan damai.
Selain menjadi sumber mata air bagi beberapa kampung, seperti Enggang Raya, Kijang Berantai, dan Pariu, Bukit Tunggal kini juga menjadi semacam oase di jalan trans-Kalimantan. Di kiri dan kanan jalan trans-Kalimantan yang telah dipenuhi perkebunan kelapa sawit itu Bukit Tunggal hadir dengan kerindangannya dan memberi kesejukan.
Tanpa gembar-gembor dan tanpa bantuan pemerintah, komunitas Rumah Pelangi bekerja secara nyata menyelamatkan lingkungan. Semoga terus semangat dan menjadi teladan. (aha)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.