Oleh Soren Kittel Setiap sore, ketika Ulrike von Mengden pulang ke rumahnya, setelah berkeliling Kebun Binatang Ragunan, Jakarta, seekor orangutan menyambutnya. Makhluk berbulu coklat kemerahan itu mengangkat tangan, menghampirinya perlahan-lahan, dan menyentuh lengannya dengan halus. Ia berciut tertahan. Itu suara tanda dia sedang senang. Binatang itu menjabat tangan Ulrike dengan lembut, seakan tahu harus berhati-hati dengan wanita berusia 90 tahun yang terlihat renta itu.
Ulrike von Mengden membelai pipi si orangutan, dan orangutan itu membalas belaiannya. "Kita harus menghadapi dalam posisi sama tinggi dan tidak boleh bersikap dominan," ujarnya. Ibu Ulla—demikian panggilannya—kemudian menyenandungkan lagu karangannya untuk si orangutan, Liebeliebelei, Liebeliebelei.
Penyandang gelar bangsawan Jerman "Freifrau" itu adalah penjaga tidak resmi orangutan di KB Ragunan. Ya, tidak resmi karena wanita kelahiran Prussia itu tidak mendapat bayaran dari siapa pun. Dia sudah lebih dari 40 tahun tinggal di tengah-tengah Ragunan, di sebuah rumah yang tampak mencolok di tengah kehijauan hutan rimba.
Kusen pintu dan jendelanya bercat merah. Selain para pembantu dan penjaga malam, tidak ada orang yang boleh tinggal di rumah tersebut. Janda seorang diplomat Jerman ini memang sudah mengabdikan hidupnya untuk mengurus para orangutan, yang secara konsekuen disebutnya sebagai "leluhur manusia".
Ibu Ulla seakan menjadi ibu bagi ke-38 orangutan asuhannya. Ia memberi makan orangutan minimal dua kali sehari; mengawasi pemeliharaannya; mengontrol renovasi kandang; dan menyuruh para pembantunya memelihara kandang.
Pukul 09.00 Ibu Ulla mulai berkeliling. Ia menyapa setiap hewan, memberi belaian, membagikan buah-buahan dan sayur-sayuran. "Kecuali pisang enggak. Pisang selalu mereka lempar kembali," ujarnya.
Dia menyapa semuanya, mulai dari Ratna yang asal Sumatera, lalu beralih ke Saima yang suka bersembunyi dari pengunjung. Nama-nama orangutan itu diberikan terkait dengan peristiwa yang terjadi seputar kelahiran mereka. Misalnya, Pascal lahir pada hari Paskah, Imlek pada Tahun Baru China, dan Vulkana ketika pemberitaan di Eropa sedang didominasi oleh awan debu vulkanik. Atau si Obama, yang lahir pada hari pelantikan Presiden AS itu.
Cuma di kandang Budi, Ibu Ulla sengaja menjaga jarak. "Dia agak aneh," ujarnya. Kera besar itu mengguncang-guncangkan kerangkengnya dan terus meludah. Ibu Ulla menghela napas panjang. Ia lebih suka melihat Budi di alam bebas di Kalimantan.
Tidak peduli "leluhur" Walaupun demikian, dia selalu harus berhati-hati. Tenaga orangutan tujuh kali lipat tenaga manusia. Makanya Ibu Ulla harus sangat berhati-hati saat berkeliling menyapa para anak asuhnya. Sepuluh tahun lalu, kakinya ditarik seekor orangutan dari balik pintu kandang. Alhasil, kakinya terkilir dan bahunya membengkak. Pernah pula kakinya patah karena terpeleset di jalan yang licin setelah hujan. "Bisa saja kaki saya patah dua-duanya sekaligus," ujarnya.
Namun, dia tidak pernah merasa kesal kepada hewan-hewan asuhannya. Orangutan itu pernah menjatuhkan semua buku-buku dari rak ke lantai, makan krem pelembut kulit, atau membuat berantakan seisi rumahnya.