”Yang tidak punya saudara terpaksa tinggal sendiri, kadang bareng rekan-rekannya. Mereka masak sendiri,
Untuk itu, saat memberikan les seusai pelajaran sekolah, tak jarang ia menyisihkan bekalnya bagi anak-anak yang tinggal ”indekos” ini. Mencoba memberikan solusi, beberapa kali ia ”berteriak” kepada pemerintah daerah agar membangun segera asrama di sekolah.
Berkat dorongannya, pemda setempat pun mulai terbuka. Mereka berencana membangun asrama di dekat SDN 25 meski sampai sekarang belum terwujud.
Bagi Ramayani, menekuni profesi sebagai guru di daerah terpencil di kampung halamannya adalah ”panggilan”. Ibu empat anak kelahiran Mentawai ini sempat bekerja di Jakarta setelah lulus kuliah di Akademi Seni Karawitan (ASKI) Padang Panjang pada 1996.
Ia sempat bekerja di sebuah produsen makanan terbesar di Tanah Air. Namun, ini tidak berlangsung lama. Seiring terjadinya kerusuhan massal pada 1998, ia memutuskan kembali ke Mentawai. Di kampung halamannya, Ramayani lalu mencoba menekuni profesi sebagai guru.
Dua tahun menjadi guru honorer, Ramayani diangkat menjadi guru CPNS pada 2000. Berbagai kisah dialaminya saat menekuni karier sebagai guru di sekolah terpencil ini. Pada 2005, ia menyaksikan peristiwa mengerikan ketika sekolahnya dan tempat tinggalnya—rumah dinas guru-guru—dijarah warga setempat.
”Semua habis. Buku-buku, perlengkapan, bahkan sampai tiang bendera, dijarah,” kenangnya. Peristiwa ini terjadi menyusul bangkrutnya perusahaan pengolah kayu PT Minas Pagai Lumber Corporation (PT MPLC) yang mendanai pendirian SDN 25 tempat dia mengabdi.
Bahkan, menyusul bangkrutnya PT MPLC, suaminya ketika itu turut terkena pemutusan hubungan kerja. Subsidi dana untuk pengembangan sekolah pun dihentikan dari perusahaan. Siswa-siswa yang dahulunya mayoritas pendatang, anak-anak karyawan, pun angkat kaki. Yang tersisa hanya siswa-siswa warga asli.
”Sekolah kami dahulu sempat menjadi yang nomor satu di Mentawai. Tetapi, sejak itu kian tertinggal,” tuturnya. Namun, hal ini tidak menurunkan semangatnya. Meski tidak lagi mendapatkan berbagai fasilitas, misalnya rumah dinas, ia tetap bergairah mengajar.