Guru Besar Riset Bidang Astronomi dan Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, yang juga anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama, Thomas Djamaluddin mengatakan, sebuah sistem kalender akan bisa diterima publik jika memenuhi tiga faktor, yaitu kriteria yang digunakan dalam penanggalan, wilayah keberlakuan kalender, serta ada otoritas yang menetapkan kalender tersebut.
Di Indonesia, faktor wilayah sudah disepakati dan pihak yang berwenang adalah Kementerian Agama. Namun, kriteria awal bulan masih berbeda antara pendapat Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan pemerintah.
Muhammadiyah memakai kriteria wujudul hilal, NU menggunakan kriteria tinggi hilal minimal dua derajat di atas ufuk, sedangkan Kementerian Agama menggunakan kriteria MABIMS, yaitu ketinggian hilal minimal 2 derajat, jarak Matahari dan Bulan minimal 3 derajat, dan umur hilal minimal 8 jam.
”Metode hisab dan rukyat sebenarnya bisa digabungkan,” tegasnya. Dia mengusulkan Kriteria hisab-rukyat Indonesia, yaitu hilal dapat teramati jika ketinggian minimum hilal 4 derajat dan jarak minimal Bulan dari Matahari adalah 6,4 derajat.
Kriteria itu didapat berdasar data hisab dan rukyat Indonesia dan internasional yang dipadukan dengan pengamatan astronomi—selama ini hilal sulit diamati jika di bawah 4 derajat dan jaraknya terlalu dekat dengan Matahari. Kriteria usulan itu sudah memasukkan kemungkinan cahaya hilal yang redup yang bisa kalah oleh hamburan sinar matahari di atmosfer bumi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.