Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asmani, Penjaga Situs Megalitik

Kompas.com - 17/03/2010, 08:07 WIB

Setia menjaga

Mulai tahun 1989, Asmani mulai mendapat honor sebagai penjaga situs megalitik Kotaraya Lembak. Honor dikirimkan melalui wesel setiap tiga bulan sekali. Honor pertama Asmani sebesar Rp 25.000 per bulan, dikirim setiap tiga bulan. Terakhir Asmani menerima honor Rp 450.000 per tahun. Meskipun nilainya kecil, itu tidak mengurangi kesetiaan Asmani menjaga situs.

Tugas utama Asmani adalah menjaga agar situs Kotaraya Lembak aman. Termasuk mengamankan situs itu dari pencurian dan tindakan vandalisme seperti corat-coret atau menggores-gores bilik batu. Untuk itu, Asmani sering tidur di tengah kebun kopi di dekat situs tersebut.

Tugas paling berat bagi Asmani adalah saat berita penemuan bilik batu di Kotaraya Lembak tersebar ke berbagai penjuru tempat. Setiap hari jumlah pengunjung yang penasaran ingin melihat bilik batu mencapai 500 orang. Dia harus memastikan kondisi situs aman dari gangguan, termasuk mengamankan kebun kopi milik dia sendiri dan warga lain di sekitar situs tersebut.

Tujuh lokasi situs yang menjadi tanggung jawab Asmani tersebar di kebun kopi yang luasnya sekitar lima hektar. Luas areal itu termasuk kebun kopi milik Asmani yang luasnya 2,5 hektar. Di kebun kopi miliknya ada tiga lokasi bilik batu.

Namun, bertambahnya usia tidak dapat dikelabui. Setelah 20 tahun menjadi penjaga situs, sejak tahun 2009 Asmani menyerahkan tugas tersebut kepada anak laki-lakinya, Erwin Sartono. Asmani sudah lelah dan ingin mengisi hari tuanya dengan berkebun saja.

”Setelah usia semakin tua, saya tidak pernah tidur di kebun. Jadi sekarang ada banyak coretan di bilik batu. Dulu, waktu saya masih tidur di kebun, tidak ada coretan di bilik batu,” ungkapnya.

Keluarga besar Asmani seolah ditakdirkan untuk selalu menjadi saksi keberadaan situs megalitik di Kotaraya Lembak. Kakek Asmani pada tahun 1950-an ikut memindahkan batu gajah dari Kotaraya Lembak ke Palembang. Batu gajah adalah peninggalan megalitik berupa batu besar yang diukir berbentuk manusia menunggang gajah.

Batu gajah disimpan di Museum Negeri Sumsel Balaputradewa, Palembang. Asmani mengungkapkan, berdasarkan cerita dari kakeknya, batu gajah itu diangkut ke Palembang menggunakan truk.

Belanda telah membuka jalan cukup lebar menembus kebun kopi untuk memudahkan transportasi ke situs batu gajah. Sebagai ganti rugi atas pengangkutan batu gajah, dibangunlah dua buah masjid untuk warga di sekitar lokasi situs.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com