Lokasi Gunung Api Pavlof berada menunjukkan, bobot tambahan di samudera terdekat bisa menekan magma ke permukaan.
Di wilayah lain, berat estra samudera saat tingkat permukaan laut naik, bisa melengkungkan kerak bumi dan mengurangi pemampatan sehingga magma menjadi lebih mudah mencapai permukaan di gunung-gunung api terdekat, kata McGuire.
Semua contoh itu agaknya saling bertentangan, namun intinya setiap perubahan permukaan laut bisa mengubah tekanan di tepi benua yang cukup untuk memicu letusan gunung berapi yang sudah siap meletus, kata McGuire.
Perubahan kecil dalam curah hujan bisa juga memicu letusan vulkanik. Pada 2001, letusan besar di gunung api Soufriere Hills di Pulau Montserrat di Karibia terjadi karena tingginya curah hujan.
Curah hujan yang tinggi ini menggoyahkan kubah gunung api hingga cukup untuk memuntahkan magma dalam perut gunung api.
Kini, hujan tropis tampaknya sudah umum dianggap bisa memicu letusan gunung api, sedangkan menurut model ilmiah iklim, banyak kawasan, termasuk daerah tropis, bertambah panas akibat perubahan iklim.
Adrian Matthews dari Universitas East Anglia dan para koleganya, meneliti respons menit ke menit gunung berapi Montserrat setelah dikenai lebih dari 200 rangsangan selama tiga tahun. Tim peneliti menemukan, respons itu terlihat dari meningkatnya aktivitas vulkanik selama dua hari.
Hujan harian meningkatkan kemungkinan keroposnya kubah gunung api dari 1,5 sampai 16 persen sehingga tak perlu menunggu hujan besar. "Anda juga tak perlu badai (untuk menggerogoti kubah gunung)," kata Matthews.
Lapisan Es
Mungkin hambatan geologis terbesar selama perubahan iklim adalah dampak mencairnya lapisan es. Di samping risiko bahwa sedimen-sedimen goyah yang muncul karena es mencair bisa menyelinap masuk laut sebagai longsor pemicu tsunami, tanggalnya lapisan es juga bisa memicu letusan gunung api.