Ilmuwan yakin, kemunculan El Nino dan terjadinya gempa bawah laut itu berkaitan. El Nino menaikkan permukaan air laut sampai puluhan centimeter. Ilmuwan juga yakin berat air ekstra bisa meningkatkan tekanan aliran fluida dalam pori-pori batuan dasar laut.
Tekanan ini cukup menetralisir energi geseran yang menyangga batuan agar tetap di tempatnya, sehingga sesar-sesar menjadi mudah bergeser. "Perubahan pada tingkat permukaan laut terjadi pelan dan usikan kecil saja bisa berdampak luar biasa besar," kata Day.
Letusan Vulkanik
Perubahan kecil di samudera itu juga dapat mempengaruhi letusan vulkanik, sambung David Pyle dari Universitas Oxford.
Setelah meneliti letusan-letusan vulkanik dalam 300 tahun terakhir, Pyle menilai karakter vulkanisme (aktivitas vulkanik) berbeda-beda, tergantung musim.
Katanya, letusan vulkanik di seluruh dunia 20 persen lebih sering terjadi di musim dingin (belahan bumi utara) ketimbang di musim panas.
Itu karena tingkat permukaan air laut global turun perlahan selama musim dingin, dan berhubung daratan lebih banyak di belahan utara, maka air menjadi lebih banyak membeku menjadi es dan salju selama musim dingin (belahan selatan).
Sementara itu, kebanyakan gunung api teraktif di dunia hanya puluhan kilometer dari pantai. Ini menunjukkan, penyusutan bobot samudera di tepi benua yang terjadi secara musiman akibat menurunnya permukaan air laut, bisa memicu letusan vulkanik di seluruh dunia, ulas Pyle.
Pandangan tentang beberapa gunung api meletus saat permukaan air laut turun, tak berarti naiknya permukaan laut akibat perubahan iklim, akan menekan aktivitas vulkanik.
Di Alaska, Gunung Pavlof lebih sering meletus pada bulan-bulan di musim dingin, sementara penelitian awal Steve McNutt dari Observatorium Gunung Api menyimpulkan, naiknya permukaan laut 30 cm setiap musim dingin, terjadi karena rendahnya tekanan udara dan kuatnya gelombang badai.