Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manusia Tak Henti Bertanya

Kompas.com - 11/02/2009, 11:04 WIB

Keinginan manusia untuk mendekati pusat pertanyaan tentang ”penciptaan” telah muncul secara publik sejak abad ke-19 saat Mary Shelley menuliskan novel Frankenstein.

Ketika itu dokter Frankenstein mengajukan pertanyaan filosofis tentang moral. ”Apakah aku berhak, demi keuntungan pribadiku, mendatangkan bencana kutukan bergenerasi-generasi tanpa akhir?”

Akankah Golden Rule berlaku pada nurani kita, manusia bertanya yang haus akan jawaban terdekat? ”Perlakukan orang lain seperti engkau ingin diperlakukan; perlakukan setiap orang sebagai individu, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan akhir.”

Sementara itu, penemuan Watson dan Crick telah memicu kemajuan-kemajuan lain di bidang bioteknologi. Bioteknologi yang semula terbatas sebagai sarana terapi dan pengobatan berbasis gen telah memasuki era baru. Era yang mendekati jawaban yang selangkah lebih maju tentang penciptaan; meski masih berupa kopi dari yang sudah ada.

Dengan kecanggihan bioteknologi, suatu kali akan dimungkinkan seseorang ”menciptakan” makhluk baru dengan memilih warna mata, warna rambut, dan warna kulit, serta berbagai ciri khas fisik lainnya.

Kemajuan kloning

Manusia senantiasa lemah terhadap keinginan dirinya sendiri untuk mendekati jawaban tentang eksistensinya.

Penemuan Charles Darwin setelah melakukan pengamatan di Galapagos yang melahirkan Teori Evolusi semula ditentang keras banyak kelompok, terutama pihak gereja karena teori ini dituding sebagai anti-Kristen, karena bertentangan dengan ide penciptaan (genesis).

Toh, pada tahun 1996, Paus Yohannes Paulus II telah membuka pintu penerimaan pada teori tersebut meski tidak secara eksplisit menyebutkan nama Charles Darwin (Tiras, 14/11/96).

Para ilmuwan memiliki alasan masing-masing dalam mengembangkan teknologi kloning. Semua sebenarnya bertujuan pada pasar, yaitu manusia. Ketika manusia ingin hidup sehat, embrio atau manusia hasil kloning bisa saja difungsikan sebagai bank donor organ tubuh, atau ingin menciptakan individu unggul. Alasan yang dibungkus dengan moral yang lebih tinggi, yaitu seperti yang dikemukakan ilmuwan Hwang Woo-suk dari Korea’s Seoul National University.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com