Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Sejarah Dinistakan...

Kompas.com - 05/01/2009, 08:29 WIB

Ahli arkeologi dari Universitas Indonesia, Prof Dr Mundardjito, mengatakan, lokasi pembangunan pusat informasi tersebut terletak di sebuah lahan yang sangat kaya akan peninggalan ibu kota Majapahit, yang belum sepenuhnya terungkap oleh penelitian arkeologis.

Para ahli arkeologi menamakan lokasi itu sebagai Situs Segaran karena hanya berjarak beberapa ratus meter dari kolam raksasa Segaran yang dibangun pada masa kejayaan Majapahit abad ke-14 silam.

”Karena keterbatasan dana, penggalian dan penelitian situs di tempat itu dilakukan secara bertahap. Situs Segaran V di ujung selatan digarap tahun 1989-1993. Kemudian Situs Segaran II di dekat museum dikerjakan dari tahun 1993 sampai sekarang. Lokasi pembangunan pusat informasi yang sekarang ini ada di Segaran III dan IV yang belum sempat diteliti,” papar Mundardjito di Jakarta, Sabtu (27/12).

Di situs Segaran II, hingga saat ini masih dapat dilihat hasil penggalian yang menunjukkan struktur lengkap sebuah fondasi rumah zaman Majapahit dan halamannya.

Dari struktur itulah, Mundardjito merekonstruksi sebuah rumah zaman Majapahit, lengkap dengan dinding kayu dan atap genteng, yang kemudian dipamerkan di Museum Nasional, Jakarta, Juni 2006. ”Presiden SBY terkesan saat memasuki replika rumah tersebut. Setelah itulah muncul gagasan untuk membangun Majapahit Park,” kata Mundardjito, yang dikenal di kalangan arkeolog sebagai pakar tentang situs-situs di Trowulan.

Jadi, jika di situs Segaran II dan V ditemukan beraneka peninggalan bekas kota Majapahit, sangat logis jika situs Segaran III dan IV, yang terletak di antara keduanya, mengandung peninggalan yang sama. Itu terbukti saat para tukang bangunan mulai menggali parit-parit fondasi dan sumur-sumur tiang pancang di lokasi tersebut sejak 22 November-15 Desember lalu, tentu saja tanpa menggunakan teknik ekskavasi arkeologis.

Kerusakan nyata

Awal Desember, sebuah tim evaluasi yang dibentuk Direktorat Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dikirim ke Trowulan dan langsung merekomendasikan penghentian penggalian fondasi karena mulai terlihat gejala perusakan temuan struktur bangunan kuno. Namun, rekomendasi itu ternyata tidak dihiraukan dan proses penggalian dan pengecoran beton tetap dilanjutkan.

Saat Mundardjito, sebagai pimpinan tim, melihat kembali ke lokasi pada 15 Desember, kerusakan yang terjadi sudah sangat nyata. Sebuah dinding sumur kuno dari jobong (gerabah berbentuk silinder) dikepras dan dijebol hanya demi memasang tulang baja untuk alas pilar. Sementara beberapa struktur dinding langsung ditimbun tumpukan batu dan semen untuk fondasi bangunan.

”Baru setelah saya paparkan fakta itu kepada Dirjen (Sejarah dan Purbakala) dan jajarannya, proses pembangunan dihentikan. Namun, penghentian ini tidak cukup. Situs tersebut harus direhabilitasi. Semua bangunan baru harus dibongkar lagi,” kata Mundardjito.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com