Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Sejarah Dinistakan...

Kompas.com - 05/01/2009, 08:29 WIB

DAHONO FITRIANTO & INGKI RINALDI

Hanya di kedalaman tak lebih dari 50 sentimeter di bawah permukaan rerumputan, lapisan-lapisan masa silam itu terkuak. Batu bata kuno yang telah menghitam tersusun rapi, membentuk pola-pola fondasi bangunan, dinding, pelataran, dan sisi luar sebuah sumur tua. Setelah lebih dari empat abad terkubur, sisa-sisa ibu kota Kerajaan Majapahit itu bertemu sinar matahari lagi.

Mudah saja mengenali batu bata dari masa lalu itu dengan batu bata zaman sekarang. Selain warnanya yang sudah menghitam dimakan waktu, ukuran batu bata itu juga lebih besar dan tebal dibandingkan batu bata zaman sekarang.

Namun, sensasi pesona dan rasa ingin tahu tentang masa lalu itu pupus saat melihat batu-batu kali yang dibalut semen kelabu telah membentuk tembok-tembok tinggi tepat di atas lapisan batu bata kuno itu. Di seantero lapangan seluas 63 meter x 63 meter itu juga terlihat beberapa tumpukan batu bata kuno yang telah dikeluarkan dari galian tanah yang dipersiapkan untuk fondasi.

Di beberapa titik, tanah dengan kandungan sejarah tak ternilai harganya itu digali lebih dalam seperti sumur berbentuk persegi. Di dalamnya, saat ini telah tertanam struktur tulangan beton yang telah dicor semen.

Taman Majapahit

Itulah fondasi bakal pilar penyangga Trowulan Information Center, bangunan berbentuk bintang bersudut delapan yang menjadi bagian dari Taman Majapahit atau Majapahit Park. Rencananya, akan ada 50 pilar semacam itu.

Tanggal 3 November 2008, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik meletakkan batu pertama pembangunan Majapahit Park di tengah lapangan itu. Majapahit Park adalah proyek ambisius pemerintah untuk menyatukan situs-situs peninggalan ibu kota Majapahit di Trowulan dalam sebuah konsep taman terpadu, dengan tujuan menyelamatkan situs dan benda- benda cagar budaya di dalamnya dari kerusakan dan menarik kedatangan turis.

Bangunan Trowulan Information Center (disebut juga Pusat Informasi Majapahit), yang memakan lahan seluas 2.190 meter persegi dan dirancang oleh arsitek Baskoro Tedjo itu adalah tahap pertama dari keseluruhan proyek senilai Rp 25 miliar, yang direncanakan selesai dalam tiga tahun mendatang. Ironinya, proyek pembangunan itu justru memakan korban situs itu sendiri, bahkan di tahap yang paling awal.

Belum diteliti

Ahli arkeologi dari Universitas Indonesia, Prof Dr Mundardjito, mengatakan, lokasi pembangunan pusat informasi tersebut terletak di sebuah lahan yang sangat kaya akan peninggalan ibu kota Majapahit, yang belum sepenuhnya terungkap oleh penelitian arkeologis.

Para ahli arkeologi menamakan lokasi itu sebagai Situs Segaran karena hanya berjarak beberapa ratus meter dari kolam raksasa Segaran yang dibangun pada masa kejayaan Majapahit abad ke-14 silam.

”Karena keterbatasan dana, penggalian dan penelitian situs di tempat itu dilakukan secara bertahap. Situs Segaran V di ujung selatan digarap tahun 1989-1993. Kemudian Situs Segaran II di dekat museum dikerjakan dari tahun 1993 sampai sekarang. Lokasi pembangunan pusat informasi yang sekarang ini ada di Segaran III dan IV yang belum sempat diteliti,” papar Mundardjito di Jakarta, Sabtu (27/12).

Di situs Segaran II, hingga saat ini masih dapat dilihat hasil penggalian yang menunjukkan struktur lengkap sebuah fondasi rumah zaman Majapahit dan halamannya.

Dari struktur itulah, Mundardjito merekonstruksi sebuah rumah zaman Majapahit, lengkap dengan dinding kayu dan atap genteng, yang kemudian dipamerkan di Museum Nasional, Jakarta, Juni 2006. ”Presiden SBY terkesan saat memasuki replika rumah tersebut. Setelah itulah muncul gagasan untuk membangun Majapahit Park,” kata Mundardjito, yang dikenal di kalangan arkeolog sebagai pakar tentang situs-situs di Trowulan.

Jadi, jika di situs Segaran II dan V ditemukan beraneka peninggalan bekas kota Majapahit, sangat logis jika situs Segaran III dan IV, yang terletak di antara keduanya, mengandung peninggalan yang sama. Itu terbukti saat para tukang bangunan mulai menggali parit-parit fondasi dan sumur-sumur tiang pancang di lokasi tersebut sejak 22 November-15 Desember lalu, tentu saja tanpa menggunakan teknik ekskavasi arkeologis.

Kerusakan nyata

Awal Desember, sebuah tim evaluasi yang dibentuk Direktorat Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dikirim ke Trowulan dan langsung merekomendasikan penghentian penggalian fondasi karena mulai terlihat gejala perusakan temuan struktur bangunan kuno. Namun, rekomendasi itu ternyata tidak dihiraukan dan proses penggalian dan pengecoran beton tetap dilanjutkan.

Saat Mundardjito, sebagai pimpinan tim, melihat kembali ke lokasi pada 15 Desember, kerusakan yang terjadi sudah sangat nyata. Sebuah dinding sumur kuno dari jobong (gerabah berbentuk silinder) dikepras dan dijebol hanya demi memasang tulang baja untuk alas pilar. Sementara beberapa struktur dinding langsung ditimbun tumpukan batu dan semen untuk fondasi bangunan.

”Baru setelah saya paparkan fakta itu kepada Dirjen (Sejarah dan Purbakala) dan jajarannya, proses pembangunan dihentikan. Namun, penghentian ini tidak cukup. Situs tersebut harus direhabilitasi. Semua bangunan baru harus dibongkar lagi,” kata Mundardjito.

Sebelum pemilu

Pimpinan proyek pembangunan Majapahit Park, Aris Soviyani, memberikan versi berbeda. Ia bersikeras bahwa tak ada situs Majapahit yang dirusak dengan pembangunan ini.

Pernyataan Aris ini didukung oleh Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Provinsi Jawa Timur I Made Kusumajaya, yang mengatakan bahwa penggalian fondasi untuk pembangunan pusat informasi itu sudah dilakukan dengan memerhatikan kaidah arkeologis. ”Memang harus ada (situs) yang rusak, tetapi yang rusak itu bukan bagian penting,” ujar Made sambil menunjuk tumpukan bongkahan batu bata dari zaman Majapahit yang sudah rusak.

Made menambahkan, sampai saat ini tidak ada perintah penghentian pembangunan Trowulan Information Center tersebut. Ia mengatakan, penghentian pembangunan pada akhir Desember disebabkan masa kerja kontraktor yang sudah usai. ”Bulan Januari ini, pembangunan Majapahit Park akan dimulai lagi. Cor beton maupun batu kali yang sudah terpasang tidak akan diangkat lagi,” tandasnya.

Semua itu dilakukan demi mengejar batas waktu pembangunan tahap pertama ini, yang menurut rencana akan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ”Targetnya harus selesai sebelum pemilu (2009),” tandas Made.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com