Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendung di Atas Habitat Bekantan Tarakan

Kompas.com - 19/12/2008, 08:07 WIB

Sehari kemudian atau Sabtu sore, Jusuf mengumpulkan pejabat tinggi seusai rapat evaluasi pendidikan. Disadari atau tidak, gesekan membuat KKMB agak terabaikan. Jusuf pun sedih sebab ternyata Kadir menolak mengambil uang honor pengelolaan sejak Mei 2008. Mungkin penolakan itu sebagai bentuk protes yang baru sekarang didengarnya.

Namun, yang jelas, KKMB patut diselamatkan. Semua spesies binatang liar, termasuk bekantan, yang hidup di sana terlalu berharga untuk musnah. Perjuangan selama ini memang mati-matian. Hutan diperluas lewat membeli tambak-tambak udang, lalu ditanami dengan mangrove atau bakau jenis perpat (Sonneratia alba) yang amat digemari bekantan.

Jusuf dengan tegas tidak rela bila KKMB hancur. Tempat itu dikunjungi 20-30 orang setiap hari dan 200-300 orang setiap Sabtu dan Minggu, atau hari libur. KKMB juga menjadi tempat belajar lingkungan hidup untuk murid TK-SMA dan mahasiswa, bahkan untuk penelitian.

Di KKMB hidup berang-berang (Aonyk cinera) yang datang saat air laut pasang. Ditemui juga 18 spesies kepiting, ikan tempakul atau mudskipper (Periopthalmus sp) yang bisa melompat atau memanjat pohon bakau sambil mengeluarkan bunyi klok-klok-klok.

Kera hitam/abu-abu (Trachypitheus villosus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) berbagi ruang dengan bekantan di kelebatan hutan bakau yang sebanyak 18 spesies. Primata itu mungkin selalu waspada sebab juga hidup bersanding dengan biawak (Varanus salvator) dan elang bondol (Haliastur Indus) sang pemangsa. Sebanyak 32 spesies burung, termasuk raja udang (Todiramphus chloris), juga hidup atau sekadar singgah di KKMB.

Semua kekayaan itu dulu dipercayakan kepada Kadir sebagai koordinator pengelola. Uang retribusi bisa dipakai untuk memperbaiki papan jembatan kayu ulin yang dibangun di dalam KKMB ketika rusak atau patut diganti. Kadir dikenal dekat dengan bekantan dan secara alami berdasarkan pengalaman tahu perilaku binatang itu.

Saat dinakhodai Kadir, pengelolaan KKMB awalnya diawasi oleh Kecamatan Tarakan Barat tahun 2002-2003. Pengawasan kurun 2003-2004 berpindah ke Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Selanjutnya pengawasan kembali ke Kecamatan Tarakan Barat hingga akhir tahun 2007.

Dalam kurun waktu tersebut, Kadir merasa masih leluasa mengelola KKMB. Dia bahkan mengajak dua kerabat keluarga untuk ikut mengelola kawasan. Pekerjaan sebagai nelayan sejak seusai perang ditinggalkan agar bisa fokus cuma untuk mengelola KKMB. Dia diganjar Rp 1 juta per bulan.

Namun, sejak diawasi Dinas LHSDA Tarakan, Kadir merasa ruang geraknya terbatas. Dia tidak boleh lagi mengurusi pakan. ”Saya pernah dilarang bicara dengan wartawan, tetapi akhirnya tidak tahan,” katanya.

Kepala Dinas LHSDA Tarakan Subono mengatakan, pembatasan wewenang dilakukan sebab Kadir bukan pegawai negeri sipil. Aliran dana hasil retribusi juga harus jelas berapa yang masuk dan berapa yang keluar. Model seperti itu dinilai lebih baik daripada ala Kadir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com