Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelajah Desain Parhyangan Agung Gunung Rinjani

Kompas.com - 17/09/2008, 12:52 WIB

Faktor skala sangat kentara terlihat. Sebagai bangunan suci, skala monumentalnya ditunjukkan oleh bangunan-bangunan suci yang mengerucut dan meruncing ke atas, hanya bentuknya disesuaikan dengan fungsinya masing-masing. Misalnya pada bangunan Meru, merupakan sebagai bangunan suci dengan atap bertumpang. Begitu pula bangunan Padmasana dan bangunan suci lainnya.

Sementara tatanan dapat dilihat dari ungkapan tatanan ruang dan massa bangunan.  Di mana dalam konsep ”Asta Pungku Pranawa” penataan ruang dalam site (tapak) dibagi (secara horizontal) menjadi 9 (sembilan). Di sini ada ketentuan tata letak membangun Kori Agung, yang seharusnya ditempatkan di mandala 7 dan 8, bukan di tengah.

Menurut salah satu undagi yang turut di dalam perencanaan, Ida I Dewa Ketut Mardiana, dalam mendesain bangunan suci ada ketentuan tentang ukuran (sikut) khusus untuk Pura, sebagaimana juga untuk Parhyangan Agung Gunung Rinjani ini, yang membedakannya dengan ukuran-ukuran untuk pembangunan rumah tinggal.

Dalam membuat bangunan suci dikenal dengan ukuran (sikut) ”Ngebah Selikur” (ukuran mengandung kelipatan 21 ”rai”), sementara dalam membangun rumah tinggal (umah) menerapkan sikut ”Ngebah Solas” (11 ”rai”). Disebutkan pula, kalau berdasarkan Asta Pungku Pranawa, secara mendasar ruang ”spiritual”nya terbagi menjadi 5 (lima) ruang (mandala). Ihwal ini berlaku untuk rancangan sebuah Pura. Sementara dalam Asta Kosala Kosali (tatanan pengukuran dalam membangun rumah tinggal) membagi ruang menjadi 3 mandala.

Ritme dapat ditunjukkan oleh atap-atap Meru yang bertumpang. Garis dan bidang-bidang geometris pada bataran yang mengerucut ke arah atas. Juga jejeran arca para Dewa yang ada di sekeliling badan Padmasana, Meru dan bebertapa palinggih lainnya, seperti Palinggih Pangaruman, Palinggih Budha/ Kong Co, Palinggih Ganesha, dan palinggih Kemalik/ Dewi Anjani dan Betara Penataran Ped.

Semua massa bangunan pada dasarnya berbentuk segi empat.  Umumnya pada bagian kaki serta badan ’massif’ dan semua wujud massa bangunan berpatokan pada Konsep ”Tri Angga”, yakni tiga bagian ”tubuh” yang berproporsi selaras, harmonis dan seimbang (adanya bagian kepala, badan dan kaki) pada bangunan itu secara utuh.

Pada bagian masif ini menggunakan bahan dari batu padas yang ditatah atau ditempel ragam hias yang mengandung makna dan nilai-nilai religius dan filosofis. Sementara pada bagian atap bangunan kebanyakan lebih bersifat transparan oleh tiang-tiang yang berfungsi sebagai penyangga atap.

Nyoman Gde Suardana (Kontributor editor, dosen Arsitektur FT Universitas Dwijendra-Denpasar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com