Di pulau paling timur Indonesia, ibu satu anak itu mengajar agama di sebuah Sekolah Menengah Kejuruan, menyadarkan pentingnya menangkis HIV/AIDS pada 120 muridnya lewat pelajaran muatan lokal khusus tentang HIV, serta memberdayakan Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) anggota Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Sorong Sehati.
Ratna bahkan coming out sebagai ODHA.
"Saya pernah menganggap diri saya tidak berguna setelah terinfeksi HIV. Saya tidak ingin orang mengalaminya," kata Ratna.
"Saya mau menghapus stigma pada ODHA. Saya mau menghapus diskriminasi," imbuhnya mengutarakan motivasi untuk coming out.
Terinfeksi HIV
Ratna mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV sejak tahun 2009. Dia mendapat virus itu dari suaminya.
"Suami saya itu angkatan (TNI-red). Dia memang sering tugas keluar, suka jajan," katanya.
Dua tahun setelah pernikahan, suami Ratna jatuh sakit. Tuberculosisnya begitu parah hingga batuk dan muntah darah.
Lewat pemeriksaan medis, Ratna akhirnya mengetahui bahwa sang suami terinfeksi HIV.
"Sejak saat itu, saya sebenarnya sudah memvonis diri saya HIV positif," ujar Ratna.
Tak lama setelah dinyatakan positif, suami Ratna meninggal dunia. Jenazah dibawa ke kampung halaman di Makassar.
Empat puluh hari setelah kepergian sang suami, perempuan yang menjadi guru sejak tahun 2010 itu pun menjalani tes HIV untuk pertama kalinya di Makassar.
Hasil tes mengungkap, Ratna positif.
Masih belum yakin, ia melakukan tes ulang saat kembali ke Papua. Hasilnya ternyata positif lagi. Ratna pun pasrah.
Dia memulai terapi anti retroviral yang awalnya begitu menyiksa.
"Badan saya melepuh, seperti baru saja disiram air panas,' kata Ratna menjelaskan efek samping obat.
"Saya masuk rumah sakit dan merasa hampir mati."
"Keajaiban" yang Menyemangati