Lihatlah Semarak Langit Malam di Bulan Ramadhan!

Kompas.com - 22/07/2013, 10:28 WIB

Muh. Ma’rufin Sudibyo*

KOMPAS.com - Bulan suci Ramadhan 1434 H adalah salah satu dari kedua belas bulan kalender Hijriah, sistem penanggalan yang diturunkan langsung dari gerak Bulan. Sementara, waktu shalat dan imsakiyahnya merupakan manifestasi pergerakan (semu) harian Matahari.

Namun, tak hanya ada Bulan dan Matahari di langit. Begitu sang surya terbenam, mulailah panorama langit malam dengan sejumlah rasi, gugus bintang, bintang, planet, dan benda-benda langit artifisial (buatan) yang mencolok tergelar. Semua dapat dinikmati sepanjang malam, khususnya selepas waktu shalat Isya’ dan shalat tarawih hingga selepas sahur, sepanjang cuaca cerah tanpa tutupan awan yang berarti.

Kita mulai dari Bulan, satu-satunya satelit alami permanen Bumi di hampir sepanjang usia tata surya kita. Pada saat-saat tertentu, Bumi memang mampu memiliki satelit alami tambahan, yakni asteroid-asteroid dekat Bumi yang memintas terlalu dekat sehingga memaksa gravitasi Bumi menjebaknya untuk mengelilingi Bumi.

Namun, satelit alami tambahan itu hanya sementara, karena dengan orbitnya yang tak stabil maka beberapa saat kemudian ia akan kembali melejit keluar dari kungkungan gravitasi Bumi dan terbang kembali sebagai benda langit pengorbit Matahari.

Bulan bakal mencapai status purnamanya pada Selasa, 23 Juli 2013 pukul 01.15 WIB dan terbit dalam waktu tak berbeda jauh dengan terbenamnya Matahari. Pasca purnama, waktu terbitnya Bulan lebih lambat ketimbang terbenamnya Matahari dan di hari berikutnya bakal terbit lebih lambat lagi dengan selisih waktu rata-rata 52 menit.

Maka, penampakan Bulan di langit kita pun berganti dari yang semula di kala senja menjadi saat fajar. Situasi ini bakal terus berlangsung hingga wajah Bulan tinggal separuh sebagai penanda kuartir ketiganya yang bakal terjadi pada Selasa 30 Juli 2013 pukul 01:03 WIB.

Dok. Muh Ma'rufin Sudibyo Panorama langit timur menjelang fajar saat Ramadhan 1433 H (2012) silam, diabadikan dari Kebumen (Jawa Tengah). Gugus bintang Pleiades dan bintang terang Aldebaran bertempat di rasi Taurus sementara Betelgeuse di rasi Orion. Situasi serupa bakal terjadi pada fajar Ramadhan 1434 H ini, terkecuali tanpa kehadiran Jupiter (bintik terang di sisi kiri bawah Aldebaran).
Rasi dan bintang terang

Sepanjang dua hari sebelum hingga sesudah status purnamanya, langit malam bakal didominasi benderangnya cahaya Bulan sehingga yang terlihat hanyalah bintang-bintang dan planet-planet terang. Setelah itu, panorama indah langit malam tersingkap dengan rasi-rasi bintangnya.

Selepas berbuka puasa, di langit selatan bakal terlihat rasi Pari (Crux) yang tegak berdiri sebagai penanda abadi titik selatan sejati. Di sisinya bertengger rasi Centaurus yang didominasi bintang alfa Centauri, salah satu bintang non-Matahari terdekat ke Bumi. Sementara di utara sebagian rasi Beruang Besar (Ursa Mayor) masih terlihat. Inilah penanda arah utara sejati dan kemunculannya di langit malam merupakan tanda bahwa musim bercocok tanam di Nusantara sudah dimulai.

Dari selatan ke utara juga bakal nampak bentangan menyerupai kabut tipis, namun sesungguhnya adalah kumpulan bintang-bintang yang demikian banyaknya. Inilah selempang Bima Sakti, bgian galaksi yang kita huni sekaligus satu galaksi terbesar di seantero jagat raya. 

Sementara, di atas kita dari barat ke timur berturut-turut akan terlihat rasi Virgo, Scorpio, Sagittarius, Libra dan Ophiucus. Inilah sejumlah rasi bintang yang menjadi penanda ekliptika dan dikenal sebagai rasi-razi zodiak dengan jumlah bukan lagi 12 melainkan 13 dimana rasi Ophiucus menjadi zodiak ke-13. Perubahan ini terjadi seiring gerak presesi sumbu rotasi  Bumi, yang selain membuat berubahnya bintang kutub juga menggeser titik musim semi (vernal equinox) dan memperpendek periode tropis Matahari.

Beranjak ke dini hari di waktu sahur ,nampak rasi Aquarius dan Taurus. Rasi non-zodiak seperti Waluku (Orion) pun muncul di langit timur. Waluku mendapatkan namanya dari bentuknya yang mirip mata bajak (wluku), menjadikannya salah satu penanda langit bagi masyarakat agraris pulau Jawa bagi awal musim tanam, khususnya di lahan tadah hujan. Waluku juga menjadi salah satu penanda bagi garis khatulistiwa’ langit.

Di rasi Waluku terdapat bintang Betelgeuse, yang mendapatkan namanya dari Bait al-Jauza’ (Arab) atau rumah sang raksasa karena bentuk rasi Waluku juga mengesankan rumah. Bertetangga dengannya terdapat rasi Taurus yang ditandai bintang Aldebaran. Namanya berasal dari al-Dabaran (Arab) yang berarti pengikut, karena bintang ini seakan-akan mengikuti gugus bintang Pleiades yang juga masih berada di dalam Taurus.

Sekilas pandang, Pleiades terdiri dari tujuh bintang saling berdekatan layaknya tujuh bersaudara yang hidup rukun. Inilah gugus bintang yang dikenal sebagai Kartika (Jawa), ats-Tsuraya (Arab) atau Subaru (Jepang).

Halaman:
Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau