Oleh NINOK LEKSONO
“Seorang amatir (dari zaman) Victorian mengabdikan diri untuk pengamatan yang pelan dan saksama dan berpikir tentang jagat alam sepanjang hidup, lalu mencetuskan satu teori 150 tahun silam, yang masih menggerakkan agenda ilmiah dewasa ini.”
Gary Stix, ”Scientific American”, 12/2008
Membaca jurnal sains Cosmos (Desember 2008/Januari 2009), yang secara khusus mengupas masalah evolusi, pembaca diajak menjelajahi seluk-beluk evolusi - bagaimana riwayat kelahiran teori yang terus menggerakkan debat ilmiah hingga hari ini, bukti-bukti evolusi, dan juga pandangan mutakhir yang menyebut evolusi tampaknya telah berakhir.
Selain Cosmos, jurnal lain yang mengupas evolusi secara mendalam, juga warisan ilmiah yang ditinggalkan Charles Darwin, adalah Scientific American (Desember 2008), yang intronya dikutip di bagian awal tulisan ini. Keduanya mengangkat Darwin dan evolusi bertepatan dengan peringatan 200 tahun Darwin dan 150 tahun teori evolusi yang ia kemukakan.
Orang kini menyebut teori evolusi secara begitu saja, tetapi tak disangsikan lagi, inilah teori yang mengalami ujian paling dahsyat sepanjang masa. Atas dasar itu pula, orang melihat Darwin sebagai salah satu sosok yang menjulang di dunia sains, yang idenya telah mengubah dunia.
Kini teori evolusi sudah bertahan 150 tahun, dan pada sisi lain teori itu telah bertambah luas seiring dengan berkombinasinya ide yang dicetuskan Darwin dan genetika.
Darwin berangkat untuk pelayaran ke Kepulauan Galapagos tahun 1835 dengan kapal HMS Beagle. Kepulauan yang masuk dalam wilayah Ekuador ini terletak 1.000 kilometer dari Amerika Selatan. Lokasi yang dianggap sebagai ”museum hidup dan lemari pajangan evolusi” ini telah dinyatakan sebagai pusaka dunia oleh UNESCO. Wilayah yang terisolasi secara ekstrem ini—dan ditandai oleh aktivitas seismik dan vulkanik - menyimpan kehidupan yang unik. Antara lain iguana darat, kura-kura raksasa, dan sejenis burung gelatik (finch) yang menjadi subyek pengamatan Darwin.
Meski dikelompokkan sebagai burung yang sama, atas bantuan ahli burung dan seniman John Gould, berikutnya diketahui bahwa finch yang dibawa Darwin sebenarnya merupakan spesies yang berlainan.
Dari pekerjaan Gould, Darwin mengerti bahwa ukuran paruh finch berubah generasi demi generasi sesuai dengan ukuran biji-bijian atau serangga yang mereka makan di pulau-pulau - di Galapagos ada 19 pulau - yang berlainan.