Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PB IDI dan BPJS Upayakan Benahi Layanan Kesehatan Berbasis Riset

Kompas.com - 23/12/2019, 11:23 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pembenahan kebijakan dan pelayanan kesehatan berbasis riset dan inovasi menjadi prioritas BPJS Kesehatan dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).

Basis riset dan inovasi pelayanan kesehatan tersebut diajukan dalam rangka perbaikan dan kesinambungan Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris mengungkap, sesuai UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 19 ayat 1 dan 2 disebutkan, program jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.

Tujuan dari perundangan tersebut, kata Fachmi, seharusnya program JKN-KIS menjamin agar pesertanya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Baca juga: Persoalan Defisit Anggaran di Balik Lonjakan Peserta BPJS Kesehatan

Namun, implementasinya perlu dilakukan kajian serta evaluasi berkala terkait apa saja pelayanan kesehatan dasar yang memang perlu dan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat sebagai pesertanya.

"Evaluasi ini harus berbasis evidence based dan riset. Kami harapakan melalui kerja sama dengan PB IDI akan memperkuat, apa saja kebutuhan dasar kesehatan tersebut," kata Fachmi dalam acara Penandatanganan Nota Kesepahaman Komitmen Kerjasama BPJS Kesehatan dan PB IDI, Jakarta, Selasa (17/12/2019).

Setidaknya ada dua poin utama yang diharapkan dari BPJS Kesehatan dan PB IDI saat melakukan kerjasa tersebut, yaitu:

  1. Implementasi program JKN-KIS berbasis riset dan kajian serta penelitian sektor kesehatan tentang segala aspek yang memperngaruhi kebijkan yang tepat.
  2. Melakukan inovasi dalam pelayanan kesehatan yang disesuaikan berdasarkan hasil riset tersebut juga.

"Nanti kajian dalam risetnya bisa tentang definisi dan kebutuhan dasar personal, bisa literatur review, bisa basec sumber daya manusianya, bisa direktoral riset mengundang rapat seminggu sekali seperti FGD (focus group discussion) pendalaman mendengarkan para ahli (praktisi kesehatan) begitu," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama tersebut, Ketua PB IDI, Daeng M Faqih juga menyampaikan bahwa para ahli atau praktisi kesehatan yang biasa berada di lapangan dan berurusan langsung dengan masyarakat juga akan memiliki kewenangan menyampaikan aspirasi data sesuai yang terjadi di masyarakat.

Selanjutnya, kata Faqih, tim bersama pemangku kebijakan akan memetakan kajian dan riset data dan fakta yang ada di lapangan Indonesia.

Selain itu hyga berkaca dengan kebijakan di berbagai negara lainnya yang efektif, serta memilah yang mana tindakan ataupun standarisasi yang paling esensial di Indonesia.

"Kita tidak mengatakan ini dibatasi, tapi mengkaji mana yang esensial mana yang tidak. Contoh tipes, pemeriksaan kuman Salmonella typhi itu menangkal tapi kita akan mengait mana yang lebih esensial secara mutu, sudah cukup, tidak perlu dengan yang lebih tinggi lagi, padahal dengan cost yang hemat dan terkendali itu sudah bagus," ujarnya.

Baca juga: Pemerhati ODGJ Tuntut BPJS Perhatikan Obat Penderita Gangguan Jiwa

Pengkajian tersebut, akan menjadi dasar untuk menentukan mutu yang bagus diterapkan.

Dituturkan Faqih, hal itu disebabkan bahwa mutu pemeriksaan pelayanan kesehatan memiliki pola kasus dari A sampai Z yang harus dipertimbangkan dan diperhitungkan kembali dari yang esensial (pokok utama).

"Karena bisa jadi, yang dicover saat ini oleh BPJS itu ada yang kurang tepat. Jadi ada yang esensial (pokok utama) malah tidak dicover, dan yang kurang esensial justru ada, jadi ini mau meluruskan itu, biar tepat ke masyarakat Indonesia ini seperti apa," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau