Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebisingan yang Dihasilkan Manusia Jadi Polutan Global

Kompas.com - 26/11/2019, 20:04 WIB
Monika Novena,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Sebuah studi baru mengungkapkan jika suara bising yang tercipta dari manusia harus diperlakukan sebagai polutan global. Keriuhan-keriuhan itu diketahui telah berdampak negatif pada ekosistem, termasuk di dalamnya adalah beberapa hewan yang sensitif terhadap kebisingan.

"Hewan yang terganggu mulai dari amfibi, artropoda, burung, ikan, mamalia, moluska, dan reptil berbagai ukuran," kata ilmuwan dari Queen's University Belfast seperti dikutip dari situs Phys.org, Selasa (26/11/2019).

Baca juga: Resisten Antimikroba Jadi Ancaman Terbesar Kesehatan Global

Suara bising berasal tak hanya dari kendaraan, pesawat, kapal di lautan namun juga wilayah industri di pusat-pusat kota yang padat.

Studi yang dipublikasikan dalam Royal Society's Biology Letters ini menyebutkan respon hewan terhadap suara bising dari manusia memang tidak selalu langsung dirasakan. Namun beberapa contoh mengungkapkan kalau suara buatan manusia berdampak negatif.

Misalnya saja suara bising terbukti menganggu sistem deteksi sonar yang digunakan kelelawar untuk menemukan mangsa.

IlustrasiShutterstock Ilustrasi

Sistem sonar yang terganggu juga dialami oleh paus. Suara yang dihasilkan oleh kapal-kapal yang melaju di lautan membuat mereka kehilangan arah.

Di sisi lain, mangsa pun juga turut terkena imbas. Beberapa hewan yang mengandalkan suara untuk mendeteksi pemangsa akan mengalami kesulitan untuk menghindari predator.

"Mereka mungkin tak dapat mendengar sehingga tak cukup waktu untuk melarikan diri," kata Hansjoerg Kunc, salah satu peneliti studi ini.

Baca juga: 11.000 Ilmuwan Sepakat, Perubahan Iklim Sudah Darurat dan Global

Dengan berbagai bukti itu, kebisingan harus dianggap sebagai bentuk perubahan lingkungan dan polusi yang serius karena mempengaruhi spesies akuatik dan terestrial.

"Polusi suara manusia dan respon hewan terhadapnya harus dilihat dalam konteks ekosistem. Terutama ketika mempertimbangkan upaya konservasi. Analisis kami memberkan bukti kuantitatif yang diperlukan untuk menanggulangi masalah ini dengan lebih efektif," tambah Kunc.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber PHYSORG
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com