KOMPAS.com - Netizen mempertanyakan keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memberi teguran dan sanksi untuk tayangan kartun Spongebob Squarepants. Sejak Minggu (15/9/2019), tagar #bubarkanKPI pun banyak digunakan pengguna Twitter.
Beberapa segmen dalam serial animasi Spongebob dinilai mengandung kekerasan yang tidak sesuai dengan ayat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran Standard Program Siaran (P3SPS).
Sebelumnya, Wakil Ketua KPI Mulyo Hadi Purnomo menjelaskan peringatan dan sanksi tegas yang dikenakan kepada serial kartun televisi Spongebob karena adanya adegan yang dinilai memuat nilai kekerasan.
"Bahwa program siaran Big Movie Family: The Spongebob Squarepants Movie yang ditayangkan oleh stasiun GTV pada 22 Agustus 2019 mulai pukul 15.02 yang terdapat adegan melempar kue tart ke muka dan memukul menggunakan kayu," kata Mulyo, sebagaimana dikutip dari artikel Kompas.com sebelumnya.
Lalu bagaimana pandangan psikolog anak mengenai hal ini?
Baca juga: Aulia Kesuma Bunuh Suami-Anak Terinspirasi Sinetron, Psikolog Minta KPI Tegas
Psikolog anak dari Pion Clinician, Astrid WEN, mengaku tidak sepakat dengan keputusan KPI yang melarang tayangan Spongebob Squarepants.
Astrid mengatakan, kartun Spongebob Squarepants adalah buatan Amerika yang diperuntukkan bagi anak berusia 6 sampai 11 tahun.
Namun di Indonesia, tidak ada batas usia untuk menonton Spongebob Squarepants. Fakta di lapangan, banyak anak balita ikut menonton kartun yang tayang pada pagi atau sore hari tersebut.
"Menurut saya, (tayangan Spongebob Squarepants) tidak untuk dilarang, tetap dikasih tanda 13+ atau boleh ditonton bagi usia anak-anak 13 tahun ke atas. Dan jam tayangnya jam malam saja, jangan pagi. Kalau pagi, ya itu, anak-anak mudah nonton," kata Astrid saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/9/2019).
"Kalau saya pribadi malah menyarankan agar kartun Spongebob Squarepants untuk usia praremaja, usia SMP yang sudah 13 tahun," katanya.
Kebijakan 13+ untuk kartun Spongebob Squarepants, menurut Astrid, dilandasi alasan bahwa dalam sebuah kartun harus ada edukasi terlebih dahulu.
Tidak semua kartun boleh diberikan atau menjadi tontonan anak-anak karena ada kartun yang memang dibuat untuk orang remaja atau dewasa.
"Sering salah kaprah ya, orangtua ke anaknya asal itu kartun diperbolehkan (anak menonton). Padahal kan tidak. Kartun itu tetap harus dipilah juga, mana yang baik dan mana yang enggak baik," tuturnya.
Hal tersebut karena daya memori ataupun daya tangkap seorang anak berbeda dengan remaja dan dewasa.
Menurut Astrid, anak remaja dapat memilah mana adegan dalam kartun yang bisa ditiru dan mana yang hanya jadi hiburan karena adegannya tidak baik.