Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penelitian Akar Bajakah Bisa Dilanjutkan Dengan Perantara TTO

Kompas.com - 15/08/2019, 19:49 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hasil uji praklinis bubuk akar bajakah terhadap tumor pada tikus menumbuhkan harapan di antara masyarakat Indonesia yang terkena kanker.

Namun, para ahli berkata bahwa untuk menyatakan suatu produk sebagai obat kanker, produk tersebut harus melewati fase-fase klinis standar internasional yang membutuhkan upaya dan dana yang besar.

Lantas, apakah temuan akar bajakah akan berakhir di sini saja?

Wakil Direktur Indonesia Medical Education Research Institur (IMERI), Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), Prof DR Dr Budi Wiweko SpOG (K) MPH, berkata bahwa untuk dapat melanjutkan penelitian awal dari kedua siswi tersebut diperlukan perantara.

“Setelah heboh begini, lalu banyak yang bertanya, lantas bagaimana nasib penemuan anak-anak cerdas itu? Maka, Technology Transfer Office (TTO) Indonesian Innovation for Health (Innovate) melalui IMERI membuka kesempatan besar untuk dapat membantu mengembangkan penelitian mereka,” ujar profesor yang kerap disapa Iko ini.

Baca juga: Perlu TTO agar Karya Peneliti Indonesia Bisa Segera Dirasakan oleh Masyarakat

IMERI sendiri setiap tahunnya membuka open innovation. Hal ini diperuntukkan bagi semua kalangan mulai dari SMA, S1, S2 hingga S3 yang memiliki penemuan ataupun penelitian yang berpotensi besar bagi kebaikan masyarakat luas.

Para partisipan hanya perlu mendaftarkan gagasan penelitian bidang apapun, terutama bidang kesehatan, agar bisa dilanjutkan dan dilatih.

“Di sini, innovator (para peserta) akan dilatih dan diberikan pemahaman bagaimana mengembangkan risetnya masing-masing,” jelas Iko.

IMERI pun sangat membuka kesempatan bagi kedua siswi yang menemukan akar bajakah untuk kanker payudara itu agar bisa dibina, dilatih dan dibimbing untuk mengembangkan penemuan awal mereka.

Baca juga: Dari Warsito sampai Bajakah, Kenapa Banyak Penelitian Susah Terealisasi?

Iko pun mengakui bahwa akan sangat sulit bagi kedua siswi tersebut untuk melanjutkan fase-fase uji klinis selanjutnya setelah praklinis pada hewan yang mereka lakukan saat ini. Oleh karena itu, penting adanya fasilitator untuk dapat membantu berkomunikasi dengan berbagai pihak lainnya dalam melancarkan target penelitian.

“Sekali lagi, pengujian klinis ini bukan IMERI yang melakukan, tetapi melalui jembatan (TTO) ini diharapkan bisa membantu menemukan industri swasta bidang kesehatan, terutama perusahaan farmasi dan rumah sakit yang sesuai dengan penelitian mereka, untuk melanjutkan fase-fase uji klinis berikutnya,” ujar Iko.

Untuk diketahui, uji klinis obat kesehatan biasanya memakan waktu yang lama, bisa tahunan bahkan puluhan tahun. Namun, tanpa uji klinis, suatu produk tidak bisa diproduksi secara massal dan disebarkan ke masyarakat luas.

Dikarenakan dana yang begitu besar dan waktu yang begitu lama, para pelaku industri pun memiliki banyak pertimbangan sebelum memutuskan akan berpartisipasi aktif atau tidak terhadap inovasi penelitian terkait.

Inilah yang dikatakan Iko menjadi bagian dari tugas TTO, yaitu menjalinkan kesepakatan yang sesuai bagi peneliti, birokrasi bahkan industri.

Baca juga: Untuk Jadi Obat Kanker, Akar Bajakah Harus Melewati Fase-fase Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau