JAKARTA, KOMPAS.com - Tagar #YoongiWeLoveYou muncul dan menghiasi timeline media sosial Twitter Indonesia sepanjang hari ini. Ternyata, kemunculan tagar tersebut merupakan dukungan untuk anggota boyband asal Korea Selatan, BTS, yakni Min Yoongi atau lebih dikenal dengan nama Suga.
Foto-foto jepretan penggemar saat BTS tampil di Lotte Family menunjukkan tubuh Suga yang dinilai lebih berisi. Hal ini pun membuahkan komentar negatif di media sosial. Banyak yang menyebut, sebagai seorang idola, Suga seharusnya menjaga bentuk tubuhnya.
Sontak kritik atas tubuh Suga memancing para penggemar untuk membela idolanya. Tagar #YoongiWeLoveYou pun muncul sebagai reaksi para fans untuk menyemangati Suga.
Baca juga: Mengenal Celebrity Worship yang Menjangkiti Para Fans Militan Kpop
Bagi masyarakat biasa, perilaku para fans ini kerap dianggap berlebihan dan terlalu tergila-gila pada sosok idolanya.
Dosen psikolog sosial dari Universitas Airlangga, Rizqy Amelia Zein, menyebut, perilaku ini dikenal dengan nama celebrity worship atau kondisi di mana penggemar merasa memiliki kedekatan atau keterikatan dengan idola.
Meski begitu, Rizqy menggarisbawahi, hal ini adalah perilaku biasa di kalangan para penggemar, baik mereka yang mengidolakan budaya Korea maupun penggemar dalam bentuk lain. Hanya saja, saat ini perilaku para fans dapat langsung terekam oleh masyarakat karena efek dari media sosial.
Media sosial, sebut Rizqy, memberikan pengaruh pada interaksi antara penggemar dengan idolanya.
Bentuk relasi antara penggemar dengan artis idola pun juga berubah. Jika dahulu, fans biasanya mencari tahu informasi mengenai idola, saat ini, penggemar bisa langsung berkomunikasi secara real-time lewat media sosial.
"Karena ada media sosial itu, jadi seolah-olah idol itu bisa bicara langsung sama fansnya," ujar Rizqy melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Selasa (13/8/2019).
Lebih lanjut, mereka juga bisa mengungkapkan kekaguman dan pujian, namun tak jarang juga ada yang memanfaatkan teknologi ini untuk mengkritik sang idola.
Sehingga, lanjut Rizqy, hal ini membuat para fans semakin militan. Militansi para penggemar terlihat ketika idolanya mendapat respons negatif dari pihak lain.
"Semudah itu karena ada alatnya, sehingga sekarang mungkin persolannya mereka kelihatan sangat militan, sangat besar karena juga salah satunya difasilitasi oleh media sosial," tutur Rizqy.
Ia menambahkan dalam ilmu psikologi terdapat dua model yang menggambarkan perilaku mereka yang disebut absorbtion dan addiction.
Baca juga: Dari Kacamata Psikolog, Sobat Ambyar Didi Kempot Bukan Fans Musiman
"Nah dulu mungkin paling mentok-mentoknya paling di-absorbtion jadi kayak hidup itu diserap energinya untuk mencari tahu semua hal tentang idola saya," ucap Rizqy.
Saat ini, perilaku penggemar banyak yang beralih ke addiction atau adiksi di mana para fans merasa bahwa idolanya adalah orang yang dekat dengan keseharian mereka.
Namun sebenarnya, Rizqy mengulang, fenomena ini bukan hanya terjadi di kalangan para penggemar Kpop, namun juga berlaku bagi model identitas sosial lainnya.
"Misalnya saya orang Surabaya terus dibilang orang Surabaya itu jorok segala macam, pasti saya responsnya bervariasi," tutur dia.
Mekanisme pertahanan diri tersebut serupa. Ada beberapa orang yang menanggapi dengan santai, tetapi ada pula yang marah dan meluapkan kekesalan kepada pelaku.
"Mekanismenya sama juga, bahwa ketika ada yang ngejek kelompok saya itu sama juga ngejek saya, karena kelompok saya itu adalah diri saya," ucap Rizqy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.