Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tren Milenial: Satu Jualan Jilbab Semua Jualan Jilbab, Kurang Inovasi

Kompas.com - 26/07/2019, 09:37 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

Satu Jualan Jilbab Semua Jualan Jilbab: Milenial Perlu Inovasi

KOMPAS.com - Riset teranyar mengungkap, hampir separuh dari generasi milenial yakin bahwa pekembangan teknologi masa kini mampu memperbesar lapangan kerja.

Di sisi lain, kecakapan teknologi ternyata dianggap belum cukup untuk memperbesar lapangan kerja, utamanya di Indonesia. Milenial di negara ini dituntut untuk berpikir unik demi mewujudkan ambisi tersebut.

Milenial Indonesia lebih dipandang senang mengikuti tren dan banyak fokus pada lahan domestik.

Padahal, generasi ini adalah kunci dari kesuksesan Indonesia dalam memanfaakan bonus demografi yang akan terjadi dalam 6 tahun mendatang.

Baca juga: Begini Cara Gelap Situs Belanja Online Memanipulasi Anda Jadi Boros

CEO General Electric Indonesia, Handry Satriago, mengatakan milenial harus mampu bertanya dan berani mencari keunikan.

"Satu hal yang saya rasakan sebagai kekhawatiran, sejauh ini, adalah mereka sangat senang ikut-ikutan. So one people doing this, semuanya ikut-ikutan.

"Dan tidak mencari keunikan dan levelnya di dalam negeri, domestik."

"Nah kita butuh naik kelas untuk itu, kita butuh untuk how can we compete in the global world?," ujarnya kepada ABC di sela-sela Forum Pembangunan Indonesia (IDF) di Jakarta, awal pekan ini.

Ketika milenial bertanya, sebut Handry, mereka akan punya kemampuan lebih.

"Ketika mereka tidak bertanya dan ikut-ikutan, satu jualan jilbab semuanya jualan jilbab, dan lalu kita mengalami pengurangan harga."

Pria berkursi roda ini juga menyayangkan sistem pendidikan di Indonesia yang, menurutnya, belum mampu mencetak calon pemimpin global.

"Dan itu bisa dilihat dari indeks kompetitif global. Tiap tahunnya Indonesia masih berada di posisi bawah."

Kemampuan milenial ini, kata Handry, erat kaitannya dengan prospek bonus demografi Indonesia yang diperkirakan terjadi selama periode 2025-2030.

"Kalau bonus demografi masih berada di level keahlian rendah hingga menengah, maka kita masih akan menjadi obyek globalisasi. Kita tidak akan menjadi subyek globalisasi.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau