JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia termasuk negara yang rawan gempa dan tsunami.
Sebagian besar daerah di Tanah Air berada di lingkar cincin api atau ring of fire sehingga masyarakat harus siap dan memahami mitigasi terhadap potensi bencana ini.
Mitigasi dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan suatu bencana sehingga masyarakat dapat tetap hidup dengan selamat, aman, dan nyaman di daerah rawan gempa.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono menjelaskan, gempa dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu foreshock, mainshock, atau aftershock.
Foreshock atau gempa pendahuluan merupakan gempa yang mendahului sebelum gempa utama atau gempa besar terjadi.
Daryono menjelaskan, gempa pendahuluan atau foreshock sulit dikenali.
Baca juga: 27 Kali Lindu Susulan di Selatan Malang, Apakah Ini Gempa Pembuka?
"Kecuali ketika rangkaian gempa yang terjadi sudah berakhir," kata Daryono saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/7/2019) malam.
Menurut Daryono, menganalisa dan mengidentifikasi tipe gempa membutuhkan waktu yang berbeda-beda.
"Berapa lama? Bisa 3 bulan sebelumnya, bisa 2 bulan, bisa seminggu sebelumnya, sehari sebelumnya atau beberapa jam sebelumnya," ujar dia.
Belum tentu gempa yang terjadi di suatu wilayah diikuti oleh gempa-gempa lainnya (gempa memang sudah selesai).
Meskipun, ada pula gempa yang disusul guncangan lain dalam jangka waktu tertentu.
Pahami soal potensi gempa
Sebelumnya, seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (21/7/2019), Daryono menegaskan, hingga saat ini gempa kuat belum dapat diprediksi secara pasti baik waktu, lokasi, dan kekuatannya.
"Kapan gempa terjadi belum ada yang tahu sehingga jangan mudah percaya isu yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya," kata Daryono.
Ia meminta masyarakat untuk memahami definisi potensi tsunami.
Baca juga: Memahami Gempa Pembuka Lewat Lindu di Nias Selatan dan Mentawai