KOMPAS.com - Penerimaan Indonesia lewat pajak terkait lingkungan dinilai masih terlalu rendah. Indonesia diusulkan untuk menaikkan pajaknya agar bisa mengerem kerusakan alam yang ditimbulkan.
Usulan ini disampaikan oleh Organisation for Economic and Cooperation Development (OECD) dalam Green Growth Policy Review (GPPR) 2019 yang dirilis di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu (10/7/2019).
"Penggunaan instrumen seperti pajak hijau dan penetapan harga jasa yang mencerminkan biaya lingkungan (cost-refective) dapat membuat transisi menuju pertumbuhan hijau lebih efektif secara biaya," demikian bunyi laporan OECD.
Pendapatan pajak terkait lingkungan mencapai 0,8 persen PDB pada 2016. Namun, angka ini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan mayoritas negara OECD dan G20. Negara OECD yang dimaksud yakni Turki, Afrika Selatan, Meksiko, Chile, India, China, Brasil, dan Peru.
Baca juga: Kebakaran Hutan Kembali Terjadi, Restorasi Dipertanyakan
Sementar itu, pemasukkan pajak lingkungan yang tertinggi masih berasal dari pajak kendaraan. Pajak kendaraan dinilai sudah tinggi, tetapi tidak mendorong pengguna untuk membeli kendaran beremisi rendah.
"Perluasan kebijakan tarif jalan raya bisa membantu mengatasi ekternalitas di sektor transportasi sekaligus mendapatkan pendanaan untuk infrastruktur," demikian bunyi saran OECD.
Selain itu, perlu diterapkan prinsip yang mengharuskan pencemar untuk membayar pencemaran yang ia timbulkan (polluter-pays principle).
Pajak energi juga masih terbilang rendah. Ini membuat membuat energi dan transisi ke sumber energi yang lebih bersih tidak menarik. Dengan hanya dua instrumen pajak energi bertarif rendah, 86 persen emisi CO2 yang dihasilkan sektor energi tidak dikenai pajak. Pajak karbon sempat dipertimbangkan pada 2009, tetapi belum dilaksanakan.
Sementara untuk pungutan pendapatan dari ekstraksi sumber daya alam dinilai membaik. Peningkatan tarif royalti, secara khusus di sektor kehutanan, dapat membantu pemerintah mendapatkan nilai penuh sewa ekonomi dari penggunaan sumber daya alam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.