KOMPAS.com - Meninggalnya seorang remaja Bekasi berinisial EP (15) setelah melahirkan janin akibat diperkosa bapak asuhnya, merupakan salah satu kasus kehamilan pada usia dini terburuk di Indonesia.
Sayangnya, menurut Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni, kasus kehamilan remaja masih kerap terjadi di Indonesia. Padahal, kehamilan berpotensi merusak tubuh remaja.
"Terlebih organ reproduksi belum kuat. Bukan hanya vagina, tapi mukosa kantong rahim," ujar Budi ketika dihubungi, Sabtu (6/7/2019).
Menurut Budi, orang zaman dulu bisa melahirkan di usia muda karena kondisi lingkungan yang berbeda. Namun pada era ini, kehamilan pada usia remaja hanya akan memberi tekanan fisik dan psikis.
Baca juga: Kasus Gadis Meninggal Setelah Dihamili Bapak Asuh, Bukti Bahayanya Kehamilan Remaja
"Dalam proses kehamilan, tensi bisa mendadak naik dan kalau itu terjadi saat kelahiran si janin ini, perdarahan enggak bisa dihentikan. Yang meninggal saat melahirkan itu rata-rata karena perdarahan yang tidak bisa dihentikan," kata Budi.
Belum lagi jika hamil dengan kondisi stres, ini akan mengganggu perkembangan janin. Bayi berisiko terlahir prematur.
"Ini (stres) yang memberikan kontribusi pada bayi tidak berkembang dengan sehat (saat) dilahirkan. (Dia) kan stress. Nggak bisa ini (tubuh) bekerja memproduksi hormon, (sehingga) akan memicu kontraksi dan bayi lahir sebelum waktunya," ujar Budi.
World Health Organization (WHO) memang telah menaikkan batas usia perkawinan menjadi 21 tahun. Namun, mengikuti anjuran WHO saja tidak cukup. Budi mengatakan, pendidikan seks sejak dini lebih penting untuk menyadarkan bahaya kehamilan di usia remaja.
"Anak-anak ini, kalau istilahnya memang dia ingin nikah, (jadi) nggak bisa (hanya menaikkan batas usia perkawinan). Kalau memang bekalnya cukup dan dia tahu risikonya, relatif anak akan memilih sekolah dan menikahnya kapan," kata Budi.
"Ini pertaruhan nyawa. Bukan pertaruhan hawa nafsu yang diselesaikan dengan tidak seks dan tidak zina. Ini yang harus diketahui," ujarnya lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.