KOMPAS.com – Anda mungkin tidak asing dengan tes kepribadian online yang dapat dijumpai di beberapa situs. Setelah mengisi kuisioner dan mendapatkan hasilnya, Anda merasa bahwa deskripsi kepribadian tersebut sangat mewakili karakter Anda selama ini.
Hal ini mendorong kepopuleran berbagai tes kepribadian untuk dapat diaplikasikan pada berbagai kebutuhan.
Salah satu tes kepribadian yang paling populer adalah Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) yang membagi kepribadian manusia menjadi 16 jenis.
Diperkirakan, setiap tahunnya sebanyak 1,5 juta orang melakukan tes kepribadian ini. Hasil tes digunakan oleh berbagai instansi, mulai dari universitas hingga perusahaan untuk menyeleksi dan menempatkan karyawannya berdasarkan tes tersebut.
Namun, seberapa akurat tes MBTI ini dapat dipercaya?
Baca juga: Kasus Kekerasan Siswi SMP di Pontianak dari Kacamata Psikologi Remaja
MBTI dan permasalahannya
Tes MBTI pertama kali dikembangkan pada tahun 1942 oleh Katharine Cook Briggs, dan putrinya, Isabel Briggs Myers, berdasarkan teori psikologi Carl Jung.
Tes ini pada dasarnya membagi kepribadian individu berdasarkan beberapa dikotomi kategori yaitu Introversion (I) vs Extraversion (E), Intuitive (N) vs Sensory (S), Thinking (T) vs Feeling (F), dan Judging (J) vs Percieving (P), sehingga dihasilkan 16 tipe kepribadian berdasarkan kombinasi. Antara lain seperti ESFP, INTJ, dan lain-lain.
Meski populer, tes paling populer ini sebenarnya tidak mendapat dukungan kuat dari kalangan pakar psikologi dan psikiatri.
Hal ini karena MBTI lahir sebelum perkembangan psikologi modern yang menggunakan metode ilmiah dan MBTI tidak memiliki dasar teori yang didukung bukti ilmiah.
"Dalam ilmu sosial, kita menggunakan empat standar, yaitu apakah kategori ini bisa diandalkan, valid, independen, dan komprehensif. Sayangnya, jawaban untuk MBTI atas kategori ini secara berturut-turut adalah tidak terlalu, tidak, tidak, dan tidak juga," ujar Adam Grant, profesor ilmu psikologi University of Pennsylvania, dilansir Live Science.
Permasalahan lain dari MBTI adalah hasil asesmen kepribadian yang tidak konstan, di mana individu yang sama dapat memiliki hasil kepribadian yang berbeda jika mengambil tes beberapa kali.
Selain itu, aplikasi dari hasil tes MBTI di dunia nyata juga diragukan, seperti misalnya, apakah individu dengan kepribadian tertentu lebih cocok untuk melakukan suatu pekerjaan dibandingkan orang dengan kepribadian lain?
Masalah pada MBTI berasal dari dikotomi antara empat kategori utama yang digunakannya. Misal, seseorang pasti adalah seorang introvert atau extrovert, tidak ada titik tengah yang abu-abu di antara keduanya.
"Hal ini menjadi batasan, karena sebenarnya orang tidak dapat dikategorikan sepenuhnya pada satu kategori, tapi terletak pada spektrum dimensi kepribadian dengan derajat yang berbeda," jelas Michael Ashton, profesor psikologi dari Brock University, Ontario.