KOMPAS.com - Pencinta makanan laut yang tinggal di pantai barat Semenanjung Malaysia diperingatkan untuk mengurangi konsumsi kerang karena risiko keracunan logam berat.
Associate profesor Ong Meng Chuan, dosen senior biologi kelautan di Sekolah Ilmu Kelautan Lingkungan Universitas Malaysia Terengganu (UMT) mengatakan, pihaknya berhasil mendeteksi logam berat berkonsentrasi tinggi di Selat Malaka selama penelitian yang dilakukan dari 13 sampai 22 Maret 2019.
Logam berat itu termasuk arsenik, kadmium, timbal dan merkuri.
Ini artinya, perairan lepas di Johor, Port Klang dan Pulau Penang Malaysia berisiko tinggi terkontaminasi logam berat.
Baca juga: Viral Bungkus Indomie Berusia 19 Tahun, Bukti Plastik Sampah Abadi
"Situasi ini secara tidak langsung mengarah pada kontaminasi sumber makanan karena sifat kerang yang tak pernah bermigrasi ke wilayah lain untuk mencari makanan," ujar Chuan seperti dilansir Channel News Asia, Selasa (9/3/2019).
"Jelas jika airnya terkontaminasi dengan logam berat akan berdampak pada rantai makanan," imbuh dia.
Ekspedisi kelautan dengan kapal penelitian RV Discovery UMT bekerja sama dengan Aerospace International Langkawi berlayar dari Kuala Terengganu sampai Tanjung Lembung di Langkawi.
Tim mengumpulkan sampel di lebih dari 45 ticik sepanjang Selat Malaka dan Laut China Selatan.
Ong berkata, banyak orang tidak menyadari konsekuensi kesehatan jangka panjang dari makanan laut yang terkontaminasi.
"Bioakumulasi logam berat membutuhkan waktu lama untuk dideteksi. Penumpukan arsenik pada makanan yang terkontaminasi merkuri akan memicu berbagai gangguan kesehatan," ujar Ong.
Ong dan timnya membuktikan bahwa daerah pelabuhan dan muara seperti Selat Malaka lebih tercemar dibanding Laut China Selatan karena area yang dangkal dan sempit.
Dia menambahkan, arus sungai di perairan muara lebih kecil. Hal ini memungkinkan logam berat mudah tenggelam dan menumpuk di dasar muara.
Baca juga: Hanya Dalam Waktu 6 Jam, Miliaran Nanoplastik Cemari Organ Kerang
Untuk itu, Ong berharap agar pemerintah setempat dapat mengambil kebijakan terkait pencemaran logam berat.
"Mungkin hukuman penalti diperlukan. Kami tidak ingin insiden sungai Kim Kim (Malaysia) yang berdampak pada lebih dari 2.000 orang terulang," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.