KOMPAS.com - Di Indonesia setiap 30 detik satu orang tertular Tuberkulosis atau TBC, dan rata-rata 13 orang meninggal setiap satu jam.
Saat ini Indonesia menjadi negara dengan beban TBC tertinggi ketiga di dunia. Namun penderita TBC masih menghadapi tantangan untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.
Penderita TBC Agus Riyanto (32 tahun) yang masih menjalani pengobatan dan dua anaknya yang baru saja sembuh ikut hadir pada acara peringatan Hari Tuberkulosis sedunia yang diadakan di Borobudur, Minggu (10/3/2019).
Eri, istri Agus Riyanto menceritakan kepada VOA, anaknya, Farrel (8 tahun) dan adiknya Sinta (4 tahun) baru saja menjalani pengobatan masing-masing 6 bulan dan dinyatakan sembuh.
Baca juga: Berat Badan Anak Tidak Naik? Waspadai Tuberkulosis
"Sebenarnya anak-anak tidak batuk dan tidak ada tanda-tanda TBC tetapi karena bapaknya TB MDR (Multidrug-Resistant Tuberculosis) maka dokter menyarankan untuk di-cek dan hasilnya positif TBC. Sehingga harus pengobatan 6 bulan. Yang berat itu kalau Farel disuruh minum obat, kalau tidak mau ya tetap tidak mau. Karena dia tuli, ngasih tahunya itu sulit," tutur Eri.
Karena harus merawat suami dan dua anaknya sekaligus, sementara ia dan suaminya tidak bekerja, Eri mengaku kesulitan secara ekonomi. Padahal pengobatan TBC diberikan pemerintah secara gratis.
Lain lagi penderitaan yang dialami Agus Riyanto (32 tahun).
"Kalau minum obat itu rasanya tidak keruan, jadi bosan, mual-mual dan muntah. Sekarang sudah lebih baik, berat badannya juga sudah naik," ujarnya.
Dr Anung Sugihantono, Direktur Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kementerian Kesehatan RI mengatakan, prevalensi penyakit TBC di Indonesia sekitar 142 per 100.000 penduduk.
Ada 842.000 Kasus TBC Baru per Tahun
Kasus baru TBC mencapai 842.000 pertahun dan ini diperkirakan baru mencapai 46 persen dari total kasus yang diperkirakan.
Menurut Anung, menemukan kasus baru TBC masih menjadi tantangan.
"Penemuan kasusnya hingga saat ini belum menggembirakan, maka kita memprioritaskan daerah-daerah yang padat penduduknya itu (di Jawa) yang kita utamakan dulu. Tanpa mengecilkan daerah-daerah lain diluar pulau Jawa," kata Anung.
"Papua kita jadikan prioritas untuk penemuan kasus TBC karena disana kasus HIV-nya cukup tinggi karena memang ada hubungan antara infeksi TBC dengan infeksi HIV untuk daerah-daerah tertentu."
Anung menambahkan upaya menemukan kasus TBC baru melibatkan semua pemangku kepentingan tetap dilakukan di semua wilayah di Indonesia.