Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabar Baik, Masker Pendeteksi Kanker Diuji Coba di Inggris

Kompas.com - 21/01/2019, 13:10 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Editor

KOMPAS.com - Baru-baru ini, ilmuwan Inggris menciptakan alat untuk mendeteksi kanker esofagus atau kerongkongan.

Seperti yang diketahui, kanker esofagus adalah salah satu kanker ganas yang paling banyak dilaporkan. Kanker ini juga merupakan salah satu jenis kanker yang paling banyak menyebabkan kematian di seluruh dunia.

Kebanyakan kasus dilaporkan terjadi di negara-negara berkembang. Kanker esofagus stadium awal biasanya tidak menunjukkan tanda atau gejala.

Meski begitu, sebenarnya, unsur kimia dari penyakit ini sudah muncul bahkan di stadium awal.

Baca juga: Benarkah Penggunaan Masker Bedah Dapat Mencegah Flu?

Dari hal tersebut, para peneliti mengembangkan sebuah perangkat baru untuk mendeteksi kanker esofagus. Kabar baiknya, alat ini sedang diuji coba di Inggris memungkinkan deteksi dini kanker esofagus dan jenis kanker lainnya.

Alat pendeteksi itu adalah sebuah masker yang tadinya dikembangkan untuk mendeteksi bahan peledak dan gas beracun.

Para ilmuwan memprogram ulang untuk mengidentifikasi unsur kimia dari kanker.

Perangkat breathalyzer, yang diciptakan Owlstone Medical, bisa mendeteksi dan mengidentifikasi berbagai bahan kimia dalam aliran gas pada konsentrasi sangat rendah.

Peserta uji coba ini berjumlah 1.500 orang. Mereka akan mengenakan sebuah masker khusus yang dilengkapi selang, kemudian bernapas normal selama sepuluh menit.

Pemimpin uji coba itu, Rebecca Fitzgerald dari Universitas Cambridge, mengatakan prosedurnya sederhana.

"Selang-selang ini, meskipun terlihat sederhana, namun inilah salah satu hal yang membuat perbedaan besar sehingga teknologi ini begitu menjanjikan," ungkap Fitzgerald.

"Karena untuk pertama kalinya bahan-bahan kimia yang dikeluarkan lewat hembusan napas, bisa dikumpulkan dalam selang-selang ini dan langsung distabilkan," imbuhnya.

Dengan kata lain, untuk mendeteksi kanker esofagus, Anda hanya perlu bernapas sambil menggunakan masker ini.

"Jadi sambil terus bernapas, Anda akan menghirup lebih banyak bahan kimia dan membentuk profil dari bahan-bahan kimia dalam tubuh Anda yang dikeluarkan lewat napas," papar Fitzgerald.

Baca juga: Cegah Difteri, Perlukah Pakai Masker dan Imunisasi Bayi Baru Lahir?

Selang-selang itu kemudian dikirim ke laboratorium Owlstone, di mana senyawa-senyawa organik yang rentan dalam napas (VOC) kemudian dianalisis.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau