Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tulang 5.000 Tahun Ungkap Sejarah Sebenarnya dari Wabah Pes di Eropa

Kompas.com - 10/12/2018, 18:06 WIB
Bhakti Satrio Wicaksono,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Sumber Eurekalert

KOMPAS.com – Sebuah tim peneliti dari Prancis, Swedia, dan Denmark telah menemukan strain baru dari Yersinia pestis, bakteri yang menyebabkan pes atau sampar, pada DNA yang diambil dari tulang manusia berusia 5.000 tahun.

Berdasarkan studi yang terbit pada jurnal Cell (06/12/2018), strain ini merupakan yang paling dekat dengan genetik asal dari pes.

Untuk lebih memahami sejarah evolusi pes, Simon Rasmussen, seorang peneliti metagenomik di Technical University of Denmark dan University of Copenhagen, dan rekan-rekannya meneliti strain yang belum pernah ditemukan sebelumnya dari materi genetik seorang wanita berusia 20 tahun yang meninggal sekitar 5.000 tahun yang lalu di Swedia.

Strain yang mereka temukan memiliki kesamaan dengan gen yang menyebabkan wabah pneumonia mematikan yang terjadi saat ini, dan jejak-jejak itu juga ditemukan pada individu lain yang dikuburkan di lokasi yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa wanita muda itu kemungkinan mati karena sebuah penyakit.

Baca juga: Gigi Berusia 3.800 Tahun Ungkap Asal Usul Wabah Maut Hitam

Temuan strain ini adalah yang tertua yang pernah ditemukan. Namun yang menarik dari temuan ini adalah, strain ini memiliki kedekatan dengan asal muasal genetik Y Pestis, yang berasal dari 5.700 tahun yang lalu

Rasmussen juga percaya bahwa temuan ini menawarkan teori baru tentang bagaimana pes menghabiskan sebagian besar masyarakat Eropa pada masanya.

Dilansir dari EurekAlert pada Kamis (06/12/2018), lebih dari 5.000 tahun yang lalu, Eropa masih berada di zaman batu. Secara tiba-tiba, peradaban ini dihancurkan dan digantikan oleh orang-orang Zaman Perunggu yang merupakan migrasi dari Eurasia ke Eropa.

Teori sebelumnya mengatakan, peradaban tersebut hancur akibat dari wabah yang dibawa oleh orang-orang Asia ke Eropa.

Namun, dengan temuan strain pes pada temuan tulang wanita di Swedia ini yang dekat dengan genetik dari 5.700 tahun yang lalu, ada kemungkinan pes telah berkembang di pemukiman Eropa Neolitikum sebelum migrasi Eurasia ke Eropa terjadi dan sekitar waktu itu, permukiman Eropa Neolitikum sudah mulai runtuh.

Baca juga: Bukan Tikus, Ternyata Inilah yang Menyebarkan Wabah Maut Hitam

"Kami pikir data kami cocok. Jika wabah berevolusi di permukiman, maka ketika orang mulai mati akibat wabah, permukiman akan ditinggalkan dan dihancurkan," kata Rasmussen.

Dia melanjutkan, inilah yang diamati di permukiman ini pada 5.500 tahun yang lalu. Pes telah mulai bermigrasi di sepanjang semua rute perdagangan yang mungkin dilakukan dengan transportasi beroda, dan telah berkembang pesat ke seluruh Eropa pada periode ini.

Rasmussen berpendapat bahwa DNA wanita itu juga memberikan bukti untuk teori ini karena temuannya menunjukkan secara genetis bahwa yang dimiliki wanita tersebut tidak sama dengan yang dimiliki orang-orang Eurasia yang menginvasi Eropa. Secara ilmu arkeologi, belum ada tanda-tanda penjajahan pada saat wanita ini meninggal.

Rasmussen yakin, penelitian ini adalah langkah menuju pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana pes dan patogen menjadi sangat mematikan. Ia berharap penelitian ini akan menjelaskan evolusi patogen ringan untuk penyakit yang berbahaya, termasuk Zika.

"Kami sering berpikir bahwa superpathogen ini selalu ada, tetapi bukan itu masalahnya. Pes berevolusi dari organisme yang tidak berbahaya. Hal yang sama terjadi dengan cacar, malaria, Ebola, dan Zika. Proses ini sangat dinamis. Saya pikir ini benar-benar menarik untuk memahami bagaimana kita beralih dari sesuatu yang tidak berbahaya ke sesuatu yang sangat mematikan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com