Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemborosan, 35 Persen Ikan yang Ditangkap Terbuang Sia-sia

Kompas.com - 12/07/2018, 19:10 WIB
Monika Novena,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di balik fakta peningkatan konsumsi ikan secara global, ada sebuah ironi. Naiknya kebutuhan ikan ini nyatanya tidak dibarengi dengan pengelolaan yang cermat, sehingga berimbas pada terbuangnya sekitar 35 persen hasil tangkapan laut.

Hal ini terungkap dari laporan yang dirilis oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), Senin (9/7/2018) lalu.

Mereka menyebut jika satu dari tiga ikan yang ditangkap terbuang sia-sia karena pendingin yang dibutuhkan agar ikan tetap segar tidak berfungsi dengan baik. Selain itu, beberapa ikan juga dibuang lantaran salah jenisnya atau terlalu kecil ukurannya untuk dipasarkan.

Fakta ini adalah penyebab besar kekhawatiran akan keamanan pangan global.

Baca juga: Ahli Sebut Fosil Ikan 400 Juta Tahun Ini Moyang Manusia, Kok Bisa?

"Ini merupakan bentuk pemborosan bahan pangan yang keterlaluan," kata Lasse Gustavsson, direktur eksekutif Oceana, lembaga nirlaba pemeliharaan laut di Eropa.

FAO berusaha untuk mencegah kerugian ini terus berlanjut, termasuk dengan teknik pengeringan ikan yang hasilnya memotong kerugian hampir 50 persen di danau Tanganyika di Afrika. Selain itu, perbaikan fasilitas yang digunakan untuk panen kepiting akhirnya memotong kerugian 40 persen di sekitar Samudera Hindia.

Akan tetapi, masih ada kekhawatiran lain yang berhubungan dengan naiknya konsumsi ikan.

FAO mencatat, saat ini ada sekitar 4,6 juta perahu penangkap ikan yang beroperasi di seluruh dunia. Hal ini berdampak pada penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) selama 40 tahun terakhir, serta bertambahnya limbah yang akan menganggu lingkungan.

"Krisis pengambilan ikan yang berlebihan akan sulit dipecahkan. Namun, kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan tentunya dapat membantu mengubah kondisi ini," tutur Daniel Pauly, peneliti dari Sea Around Us.

Baca juga: Evolusi Ikan di Laut Dalam, Mengapa Jadi Super Hitam?

Namun di sisi lain, tren bertambahnya konsumsi ikan tersebut menunjukkan hal yang positif. FAO menyebutkan jika produksi ikan telah naik ke level atas, yang saat ini rekor budi daya ikan terbesar dipegang oleh negara China dengan lebih dari separuh ikan konsumsi di dunia berasal dari budi daya ikan di China.

Laporan FAO kemudian memprediksi bahwa budi daya ikan akan terus berkembang dan hampir 20 persen lebih banyak ikan akan dikonsumsi pada tahun 2030.

"Sejak tahun 1961, pertumbuhan global konsumsi ikan per tahun dua kali lebih tinggi dari pertumbuhan populasi. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perikanan sangat penting dalam mewujudkan tujuan FAO agar dunia bebas dari kelaparan dan kekurangan gizi," jelas Jose Graziano da Silva, direktur jenderal FAO.

Meski demikian, tetap harus ada pengawasan yang ketat terhadap budi daya ikan agar tidak merusak kelangsungan hidup ekosistem lautan. Sebab, budi daya ikan juga bisa membahayakan populasi ikan liar di lautan. Sebagai contoh, beberapa ikan budi daya diberi makan berupa makarel atau sarden yang ditangkap di laut bebas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau