Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemiskinan Ternyata Menurunkan Fungsi Otak, Kok Bisa?

Kompas.com - 21/05/2018, 19:05 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Kemiskinan merupakan momok bagi pemerintah dan negara-negara di dunia. Karena kemiskinan, masyarakat jadi kesulitan mengakses pendidikan dan layanan kesehatan.

Terbaru, para peneliti dari Center for Vital Longevity Universitas Texas mengungkapkan dampak tak terduga dari kemiskinan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.

Rupanya, kemiskinan dapat memengaruhi struktur otak seseorang. Orang yang tidak sejahtera (tidak memiliki cukup biaya dan uang untuk hidup) ditemukan cenderung punya kapasitas memori yang buruk dan daya pikir yang rendah.

Kesimpulan demikian diperoleh setelah peneliti merekrut 304 responden berusia 20-89 tahun. Peneliti lantas membaca gambaran otak para peserta dan mengaitkannya dengan riwayat pendidikan dan riwayat pekerjaan para peserta, termasuk keadaan sosial ekonomi mereka.

Baca juga: Sains Menjelaskan Bagaimana Polusi Udara Bisa Bikin Anak Nakal

Hasilnya, peserta paruh baya (umur 35 hingga 64) yang status sosialnya tinggi punya materi abu-abu di otak lebih banyak. Ini menandakan kemampuan berpikirnya lebih cerdas dibandingkan mereka yang kurang mapan.

Untuk diketahui, materi abu-abu atau korteks selebral merupakan lapisan luar otak. Bagian ini mengendalikan bagaimana memori, persepsi, pikiran, dan pengalaman manusia.

Temuan soal orang yang sejahtera lebih punya kapasitas otak yang baik juga didukung dengan adanya segregasi pada jaringan otak mereka.

Ada pemisahan tiap jaringan otak berdasarkan fungsinya. Misalnya, beberapa jaringan yang punya fungsi mengontrol percakapan akan berkumpul menjadi area tersendiri di otak.

Mengapa Bisa Begitu?

Ternyata, kemiskinan menghalangi seseorang mendapatkan suplai makanan. Akibatnya, pasokan nutrisi yang sehat dan bergizi bagi otak terhambat dan terbatas.

Baca juga: 9 Mitos Soal Otak yang Tak Boleh Dipercaya Lagi

Minimnya akses kesehatan yang diperoleh bagi orang dengan latar belakang ekonomi rendah kian menurunkan kemampuan otak mereka. Apalagi, mereka umumnya menghuni pemukiman yang tidak sehat.

Hal ini diperparah dengan pendidikan yang tak terjangkau bagi kalangan bawah. Otak pun makin jarang dirangsang dan diajak berpikir.

Wajar jika otak orang yang tidak berkecukupan rentan mengalami penurunan fungsi. Pasalnya, kehidupan yang seperti itu memicu peningkatkan allostasis. Hormon stres ini bisa merusak tubuh, termasuk otak.

“Kami mulai belajar lebih banyak mengenai dampak stres dan mengasah otak terus-menerus,” ujar ahli saraf sekaligus peneliti utama, Gagan Wig, dilansir The Atlantic, Jumat (18/5/2018).

“Ini sejalan dengan gagasan bahwa pengalaman seumur hidup dapat memengaruhi kesehatan otak,” imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau