Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Ungkap Hubungan antara Autisme dan Epilepsi

Kompas.com - 08/04/2018, 19:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis


KOMPAS.com - Gangguan spektrum autisme (GSA) adalah gangguan perkembangan saraf yang sangat kompleks dan setidaknya memengaruhi satu dari 68 anak.

Gangguan ini ditandai dengan berbagai gejala termasuk kesulitan komunikasi dan berinteraksi.

Temuan terdahulu mengungkapkan sepertiga anak yang memiliki GSA juga memiliki epilepsi. Hal ini berkaitan dengan gen yang bermutasi pada pasien autisme.

Alasan di balik mengapa mutasi gen dapat menyebabkan kejang telah lama menjadi teka teki di kalangan para ilmuwan dan akhirnya kini mereka tahu jawabannya.

Baca juga : Temuan Baru, Tes Darah dan Urine Bisa Deteksi Autisme

Menurut penelitian terbaru yang dilakukan ilmuwan Northwestern University Feinberg School of Medicine, Chicago, AS, mutasi itu berperan seperti tukang kebun yang buruk di otak.

Maksudnya adalah, mutasi mengecilkan cabang-cabang neuron, yakni dendrit dan sinapsis, yang memiliki tugas menyampaikan pesan penting dan mengendalikan aktivitas otak. Penyusutan cabang neuron tersebut menyebabkan gangguan dalam pengiriman pesan ke otak.

Dendrit merupakan cabang dari Neuron (sel-sel saraf di otak). Sementara sinapsis adalah titik temu antara terminal akson atau neurit (jalur transmisi utama sistem saraf) neuron satu dengan neuron lainnya.

Dalam jurnal yang terbit di Molecular Psychiatry, Senin (2/4/2018), dijelaskan bahwa orang yang mengalami mutasi gen, akan membuat neuron penghambat yang seharusnya dapat menenangkan otak tidak ditumbuhi cukup cabang sehingga gagal mengkomunikasikan pesan agar membuat tenang. Hal inilah yang menyebabkan kejang.

Ilmuwan menemukan mutasi CNTNAP2 atau catnap2 bergabung dengan gen mutasi lain, CASK, yang terlibat dalam kecacatan intelektual.

Pengobatan

"Sekarang kita dapat menguji obat untuk mengobati kejang serta masalah lain dalam autisme," ujar penulis utama yang merupakan profesor psikiatri dan ilmu perilaku Peter Penzes, dilansir Science Alert, Sabtu (7/4/2018).

"Pasien yang memiliki mutasi gen cenderung lambat berbicara dan cacat intelektual. Jadi, obat yang menargetkan mutasi bisa memberi banyak manfaat," imbuhnya.

Baca juga : Peneliti Turki Bikin Implan Otak untuk Atasi Epilepsi, Seperti Apa?

Menurut Penzes, Catnap2 adalah molekul adhesif yang membantu sel saling menempel dan membantu sinapsis mematuhi dendrit.

"Ini adalah molekul yang sulit ditaklukkan dengan obat-obatan," ujarnya.

Sebaliknya, CASK adalah molekul yang berinteraksi dengan banyak molekul lain.

"Obat-obatan lebih mudah menghambat dan mengaktifkan enzim. Bila CASK diblokir, dendrit tidak tumbuh," tutup Penzes.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau