Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Razia "Orang Gila", Ini Kata Dokter Spesialis Kejiwaan

Kompas.com - 24/02/2018, 20:38 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com -- Beberapa waktu belakangan dunia maya Indonesia diramaikan dengan isu penyerangan terhadap tokoh agama. Menurut kabar yang beredar, para ulama diserang oleh penderita gangguan jiwa.

Kabar ini telah ditepis oleh Wakapolri Komjen Syafrudin. Seperti yang dikutip dari Kompas.com pada Sabtu (24/2/2018), Syafrudin menyebut bahwa informasi penyerangan oleh penderita gangguan jiwa didominasi kabar bohong (hoaks). Untuk itu, dia meminta masyarakat jangan panik dan tidak tersulut informasi sesat tersebut.

Kendati isu serangan oleh penderita gangguan jiwa telah dibantah Wakapolri, di beberapa daerah telanjur digencarkan upaya merazia para "orang gila” yang berkeliaran di jalanan. Beberapa daerah tersebut, seperti Karanganyar, Serang, Pasuruan, dan Kediri.

Menanggapi hal ini, dokter spesialis kejiwaan Andri menegaskan kepada Kompas.com pada Jumat (23/2/2018) bahwa masyarakat harus mulai menghapus julukan "orang gila".

Baca juga : Bisakah Orang yang Suka Pura-pura Sakit Disebut Alami Gangguan Jiwa?

Pelabelan tersebut, ujar dia, merupakan tindakan diskriminasi. Padahal, pada dasarnya setiap insan manusia itu setara.

“Stop sebut 'Orang gila', kan sudah ada Undang-Undang Kesehatan Jiwa. Mereka adalah orang dengan gangguan jiwa,” ujar Andri merujuk pada Undang-Undang Kesehatan Jiwa yang mulai disahkan pada 8 Agustus 2014.

Masyarakat, sebut Andri, terlalu gegabah dalam menilai orang dengan gangguan jiwa pasti akan berbuat anarkis. Andi secara tegas menolak pendapat tersebut.

Menurut dia, belum ada literatur ataupun laporan yang menyebut bahwa orang dengan gangguan jiwa pasti akan melakukan tindak kekerasan.

Kemudian, tidak semua orang yang mengidap gangguan jiwa berat seperti skizofrenia akan melakukan tindakan agresif. Untuk itu, kekhawatiran beberapa pihak atas keberadaan penderita gangguan jiwa sangat dia sayangkan.

Baca juga : Survei: Semakin Banyak Pemakai Narkoba yang Alami Gangguan Jiwa

“Menurut literatur, penelitian, atau pun laporan kasus sekali pun belum ada yang menyatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa berat punya kecenderungan bertindak kekerasan. Apalagi kalau mereka dalam masa pengobatan yang baik,” ujarnya.

Dia melanjutkan, masyarakat beserta pemerintah harus mulai membangun empati terhadap orang dengan gangguan jiwa yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal. Orang dengan gangguan jiwa memerlukan bantuan dan kepedulian orang terdekatnya agar bisa sembuh.

Pasalnya, gangguan jiwa merupakan kondisi medis yang bisa disembuhkan lewat pengobatan dokter.

Dokter yang berpraktik di rumah sakit Omni, Alam Sutera, Tangerang ini juga meminta masyarakat untuk tidak menyakiti orang dengan gangguan jiwa yang ditemui di jalanan atau pun yang hidup di lingkungan masyarakat.  

“Orang dengan gangguan jiwa seperti itu disebut gelandangan psikotik. Mereka adalah tanggung jawab pemerintah,” ujarnya.

Baca juga : Bisakah Orang yang Suka Pura-pura Sakit Disebut Alami Gangguan Jiwa?

Pemerintah, kata Andri, diperlukan kehadirannya untuk membantu mengentaskan para gelandangan psikotik dari kehidupan jalanan. Pasalnya, para gelandangan psikotik ini adalah mereka yang terbuang dan tersisihkan dari orang terdekatnya. Hal ini seperti yang diamanahkan dalam Undang-Undang Kesehatan Jiwa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com