KOMPAS.com - Pernahkah Anda merasa mengantuk sesaat setelah makan? Rasa kantuk setelah makan tersebut sering disebut dengan food coma.
Dalam sebuah penelitian terbaru, para peneliti menemukan bahwa food coma bukan sekedar mitos. Rasa kantuk yang Anda rasakan merupakan efek dari sebuah "tabrakan" gula yang dapat memperlambat fungsi kognitif.
Dalam penelitian tersamar ganda dan kontrol plasebo ini perserta menunjukkan penundaan dalam menyelesaikan tugas kognitif setelah mengonsumsi glukosa (biasanya terdapat dalam karbohidrat, red) atau gula meja dibandingkan partisipan yang mengonsumsi fruktosa (gula buah atau pemanis buatan sucralose yang merupakan plasebo.
Selain itu, puasa sebelum konsumsi gula tersebut meningkatkan efek ini.
"Saya terpesona oleh bagaimana indra kita mempengaruhi perilaku dan kehidupan kita sehari-hari," ungkap Mei Peng, penulis penelitian ini dikutip dari Science Alert, Rabu (03/01/2018).
Baca juga: Gampang Mengantuk tetapi Sulit Tidur?
"Secara khusus, bagaimana konsumsi gula bisa mengubah cara otak bekerja. Dalam ksus persepsi manis, kita telah berevolusi untuk menyukai rasa ini," sambung peneliti yang berasal dari University of Otago, Selandia Baru tersebut.
Sebenarnya, sudah banyak penelitian yang mencari tahu efek glukosa pada fungsi kognitif. Bagi segala usia, zat ini terlihat memberikan efek positif bagi fungsi memori.
Namun sebaliknya, para peneliti menyebut, pada tes fungsi kognitif seperti waktu reaksi, perhatian, pengenalan wajah, hingga mengingat kembali memori memiliki hasil yang beragam.
Sayangnya efek jenis gula lainnya, seperti fruktosa dan sukrosa, pada fungsi kognitif, masih kurang dipahami. Padahal hal ini cukup penting, mengingat jenis-jenis gula tersebut mengalami metabolisme yang berbeda dalam tubuh.
Sebagai informasi, fruktosa dimetabolisme di hati, sedangkan glukosa akan diserap dan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh. Keduanya berbeda dengan sukrosa yang akan dipecah menjadi fruktosa dan glukosa terlebih dahulu sebelum dimetabolisme melalui jalurnya masing-masing.
Untuk itu, para peneliti merekrut 40 peserta dari perguruan tinggi.
Selama 16 minggu, para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok. Mereka diharuskan menghadiri sesi pengujian yang sama setiap minggu selama 4 minggu sebelum berganti kelompok.
Dengan kata lain, para peserta tidak tahu kelompok mana mereka berada. Selain itu, beberapa peserta diinstruksikan untuk berpuasa selama 10 jam sebelum pengujian.
Baca juga: Sudah Tidur Cukup, tetapi Kok Masih Mengantuk?
Selanjutnya, mereka diberi minuman yang mengandung glukosa, sukrosa, dan fruktosa atau plasebo sucralose. Setelah 20 menit, para peserta diberi tes fungsi kognitif dengan pertanyaan yang sama dalam urutan yang sama untuk semua peserta.
Hal tersebut dirancang para peneliti untuk menguji pemrosesan informasi, fungsi eksekutif, dan perhatian selektif yang terkait dengan lobus prefrontal otak. Kadar glukosa mereka juga diukur dengan tes tusukan jari (tes darah).
Hasilnya, peserta yang mengonsumsi glukosa dan sukrosa lebih lambat 200 milidetik untuk menjawab pertanyaan. Mungkin sekilas angka tersebut tinggi, tapi mengingat nilai tertinggi adalah 921 milidetik, maka ini merupakan presentase yang cukup baik dari keseluruhan waktu respon.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Physiology & Behavior ini tentu membuktikan bahwa "sugar coma" benar-benar nyata, setidaknya untuk jenis gula tertentu. Para peneliti juga menyebut perlu ada penelitian lebih lanjut.
"Meski ukuran sampelnya relatif kecilm efek yang kita amati cukup besar," ujar Peng.
"Penelitian di masa depan harus menghitung lebih jauh bagaimana perbedaan daerah otak yang berubah setelah konsumdi gula, dengan menggunakan teknik neuroimaging. Ini akan membantu kita lebih memahami bagaimana kurangnya perhatian muncul setelah konsumsi gula," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.