KOMPAS.com -- Indera penciuman manusia sebetulnya tidak kalah dari anjing, tetapi gara-gara mitos yang salah, penciuman manusia tidak terasah dengan baik.
Manusia sebetulnya memiliki banyak panca indera dan semuanya memiliki fungsi khusus untuk menopang kehidupan. Namun, terkadang manusia "dipaksa" keadaan untuk hanya mengembangkan salah satu indera.
Menurut John McGann, ahli saraf di Universitas Rutgers, manusia sering diajari untuk hidup sebagai makhluk visual atau hanya mengandalkan indera penglihatan saja dan mengorbankan indera lainnya.
"Sistem penciuman manusia sangat bagus karena manusia sama seperti banyak mamalia, memiliki indera penciuman yang sangat baik, dan jika kita lebih memperhatikannya, saya pikir kita akan menyadari betapa pentingnya hal itu bagi kita," kata McGann di kutip dari Vox, Kamis (23/11/2017).
Baca Juga:Ilmuwan Ungkap Mutasi di Balik Hidung Pesek Anjing Pug
Penelitian tentang indera penciuman manusia pernah dilakukan oleh Paul Borca, ahli anatomi dari Perancis. Dirinya mempelopori studi tentang peran daerah otak yang berbeda terkait ujaran dan persepsi. Penelitian ini dianggap menjawa awal salah persepsinya kita tentang kemampuan indera penciuaman manusia.
Saat melakukan otopsi otak, Borca melihat keanehan. Bagian otak untuk mengolah indera penciuman berukuran relatif kecil bila dibandingkan dengan hewan lain. Dia mengonklusikan bahwa ini menunjukkan indera penciuman kurang penting bagi manusia daripada hewan lainnya.
"Melalui serangkaian kesalahpahaman dan kelebihan yang diawali dengan Broca sendiri, kesimpulan ini menyesatkan. Manusia dianggap memiliki indera penciuman yang buruk," kata McGann.
Seiring perjalanan waktu, kesimpulan tersebut menjadi sebuah mitos dan akhirnya menjadi bias konfirmasi. Akibat bias ini, penemuan baru terkait indera penciuaman manusia dianggap tidak sesuai dan tidak benar.
Misalnya, pada tahun 2000-an, para peneliti menemukan bahwa 390 dari 1.000 gen reseptor bau pada gen manusia tidak memiliki fungsi yang jelas. Mereka langsung menyimpulkan bahwa ini adalah bukti lebih lanjut tentang penciuman yang mengecewakan pada manusia.
Akan tetapi, mereka tidak berhenti untuk berpikir apakah 390 gen ini benar-benar penting ketika peserta uji coba harus benar-benar mengendus bau dalam penelitian.
Nah, sebuah penelitian yang dimuat di Nature Neuroscience 2006 lalu, membongkar kekeliruan mitos tersebut.
Dalam enelitian yang melibatkan 32 subjek itu, para ilmuwan meminta peserta untuk merangkak di tengah lapangan rumput, meletakkan hidung mereka ke tanah, dan mengikuti jejak aroma, seperti anjing.
Aroma dalam penelitian tersebut adalah minyak coklat yang ditumpahkan seakan berjejak di rumput halaman.
"Dua per tiga dari subyek mampu mengikuti jejak aroma," tulis para peneliti.
Hebatnya lagi, saat peserta penelitian diuji kemampuannya untuk membedakan aroma, hasilnya sama baiknya atau bahkan lebih baik daripada kebanyakan mamalia lainnya.